Mohon tunggu...
Ekky Widiyanto
Ekky Widiyanto Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Bukan seorang pengamat prefesional, hanya seseorang yang peduli akan kemajuan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maukah PA 212 Dijadikan Alat Politik?

17 Desember 2018   17:12 Diperbarui: 17 Desember 2018   17:21 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tahun 2019 merupakan tahun politik dimana Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi untuk memilih presiden dan wakil presiden. Hal ini juga mendorong setiap partai politik untuk melakukan berbagai usaha dalam mengkampanyekan dirinya di masyarakat. 

Berbagai usaha telah dilakukan oleh beberapa partai politik dalam meningkatkan elektabiitas serta jumlah suara dari setiap calon yang diusung.

 Namun aturan kampanye ini sendiri sudah diatur secara khusus oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga yang berwenang dalam penyelenggaraan pemilu, sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas apabila terdapat pelanggaran aturan dalam Pemilu sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.

Seperti yang kita ketahui, Pilpres yang akan dilaksanakan pada April 2019, diikuti oleh 2 calon yaitu Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi, hingga saat ini beragai upaya telah dilakukan baik membentuk tim pemenangan hingga blusukan ke daerah-daerah di Indonesia guna memperkenalkan visi, misi dan program kepada masayarakat serta mendapat suara dan simpati masyarakat, cara-cara semacam ini merupakan hal yang lumrah dan akan dilakukan oleh siapapun bila dihadapkan dalam konstestasi Pemilu. 

Namun muncul hal yang unik terkait cara Prabowo-Sandi dalam menarik hati dan perhatian masyarakat melalui pernyataan Sekjen PKS, Mustafa Kamal yang merupakan salah satu tim pemenangan Prabowo-Sandi yang mengatakan bahwa, "jika pasangan yang diusung partainya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangkan Pilpres 2019, maka Reuni Alumni 212 bisa digelar di halaman Istana Negara" dan "Tentunya kita harus menangkan dulu Prabowo-Sandi nomor urut 02 supaya kita mendapat izin bukan hanya di Monas tapi juga di halaman Istana". 

Tindakan ini dilakukan semata-mata untuk menarik simpati dari PA 212 untuk memberikan suara kepada pasangan Prabowo-Sandiaga sebagai syarat diberikannya izin untuk melaksanakan kegiatan PA 212 di istana tahun depan. 

Padahal seperti yang kita ketahui bahwa PA 212 sebenarnya bukan merupakan gerakan politik, melainkan merupakan sebuah gerakan oleh umat yang secara ikhlas dilakukan demi membela kebenaran dan persatuan Indonesia bukan satu calon tertentu. 

Secara tidak langsung, hal ini juga menunjukkan bahwa pasangan Prabowo-Sandi masih menggunakan politik pragmatis dengan memberikan izin kegiatan PA 212 di istana dengan syarat apabila suara PA 212 sepenuhnya mendukung Prabowo-Sandi.

Menurut hemat saya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendongkrak elektabilitas pasangan calon, namun cara yang dilakukan seperti ini menunjukkan bahwa kita memiliki pengetahuan demokrasi yang sangat rendah, karena pesta demokrasi akbar yang kita selenggarakan 5 tahun sekali ini, seharusnya disuguhkan dengan inovasi serta adu ide dan gagasan antar pasangan capres dan cawapres, bukan menonjolkan sisi pragmatis demokrasi dengan berpihak kepada suatu kelompok/golongan tertentu untuk mendulang suara terhadap satu calon tertentu, yang pada akhirnya akan menciptakan persepsi nepotisme dalam masyarakat dalam memilih pemimpin yang hanya berpihak kepada kelompoknya atau golongannya dan bukan berdasarkan kematangan visi dan misi untuk membangun Indonesia yang berdikari di masa yang akan datang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun