Artikel ini dimulai dengan dalil berikut.
Bila pemerintah atau pelaku usaha mau berusaha, mereka bisa mendorong kelompok mampu untuk menambah konsumsi setidaknya Rp30 triliun lebih banyak ke perekonomian di tahun ini.
Apa indikasinya?
Menurut data LPS, Dana Pihak Ketiga di perbankan dengan tiering di atas Rp5 miliar (yang sering diasumsikan milik orang mampu) tumbuh sebesar 14.2%, di atas rata-rata jangka panjangnya yang hanya 10.4%.Â
Pertumbuhan yang lebih tinggi ini menunjukan kelompok kaya meningkatkan tabungannya lebih dari biasanya - menunda konsumsi. Kalau dihitung, jumlah peningkatan tabungan yang di atas rata-rata ini kurang lebih sebesar Rp30 triliun.
Secara umum ada beberapa hal yang bisa menyebabkan pelaku ekonomi mempengaruhi perilaku konsumsi-menabung seseorang, seperti: (i) tingkat pendapatan (Keynes, 1936); (ii) ekspektasi siklus hidup (Modigliani, 1957), dan (iii) ekspektasi pendapatan jangka panjang (Friedman, 1957).
Data pendapatan kelompok mampu sulit didapatkan secara utuh. Namun bila melihat tabungan yang bertumbuh secara signifikan di atas, kita bisa asumsikan tidak ada penurunan pendapatan yang signifikan di kelompok ini.Â
Kontras bila dibandingkan dengan hasil survei konsumen BI terhadap kelas menengah di mana proporsi uang yang bisa ditabung dari pendapatan turun drastis (20.8% -> 15.3%) karena pendapatan yang cenderung turun harus digunakan untuk menjaga tingkat konsumsi saat ini baik dengan secara tunai atau menambah utang.
Oleh karena itu, penundaan konsumsi di kelompok kaya lebih disebabkan karena poin kedua dan ketiga yakni ekspektasi siklus hidup dan ekspektasi pendapatan jangka panjang.Â
Hal ini tentunya wajar karena pandemi menyebabkan ketidakpastian pada siklus hidup dan juga menyebabkan krisis ekonomi. Kalau kata Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro, perawatan covid bisa sampai Rp500 -- 600 juta!Â