Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan politik. Meski sama-sama berlandaskan ajaran Islam dan bertujuan untuk memajukan umat, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam pendekatan keagamaan, terutama dalam hal ijtihad, tradisi, dan praktik ibadah. Perbedaan ini kerap kali menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Perbedaan Pendekatan Keagamaan
Muhammadiyah dikenal dengan pendekatan purifikasinya terhadap ajaran Islam. Organisasi ini menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah yang sahih, serta menolak praktik-praktik yang dianggap bid'ah (inovasi dalam agama), khurafat (takhayul), dan tahayul (mistisisme berlebihan). Dalam hal ini, Muhammadiyah lebih rasional dan modernis, dengan banyak merujuk pada ijtihad ulama salaf dan pemikir Islam modern seperti Muhammad Abduh dan Rashid Rida.
Sebaliknya, NU lebih menekankan pada pelestarian tradisi Islam Nusantara yang telah berakar kuat dalam masyarakat, termasuk amalan-amalan seperti tahlilan, yasinan, ziarah kubur, dan maulidan. NU mengusung pendekatan fiqh bermadzhab, terutama madzhab Syafi'i, dan sangat menghormati otoritas ulama klasik dalam kitab-kitab turats (warisan keilmuan Islam tradisional).
Kontroversi dalam Praktik Keagamaan
Salah satu titik kontroversi mencolok adalah seputar amalan-amalan keagamaan yang dianggap "tidak ada dasarnya" dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Muhammadiyah misalnya menolak pembacaan tahlil untuk orang yang sudah wafat, sementara NU memandangnya sebagai bentuk doa yang bermanfaat dan bagian dari tradisi Islam yang sah. Demikian pula, peringatan Maulid Nabi yang dianggap sebagai bid'ah oleh sebagian kalangan Muhammadiyah, justru dirayakan secara meriah oleh warga NU sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perbedaan Pandangan tentang Negara dan Politik
Di bidang sosial-politik, NU cenderung lebih fleksibel dan akomodatif terhadap kebijakan negara, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. Sementara Muhammadiyah lebih kritis dan sering menekankan pentingnya independensi dakwah dari kekuasaan politik.
Dampak Sosial dan Kesadaran Umat
Perbedaan ini, meskipun kerap menimbulkan polemik di masyarakat, juga menunjukkan kekayaan intelektual Islam di Indonesia. Perselisihan pandangan ini sebenarnya bisa menjadi kekuatan jika dikelola secara bijak. Kedua organisasi memiliki kontribusi besar dalam pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan.
Kesimpulan