Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Money

VCD Haram dan VCD Halal, Jajanan Karinem dan Wanda

8 Desember 2017   00:09 Diperbarui: 8 Desember 2017   00:22 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tiba-tiba kami terkejut mendengar keluhan wanita tersebut, bahwa portalyang ada di dua pintu masuk pasar tersebut ternyata menjadi salah satu penyebabnya. Sebulan para pedagang harus menyetorkan Rp. 25.000 kepada para penjaganya. "ya untuk iuran-iuran gitu mas, gak jelas juga.." ujar bu Wanda saat ditanyai apakah mereka menagih uang kemanan. "padahal gak aman juga sih mas, udah berapa motor di bawa maling, padahal parkir di depan kayak gini lebih aman, kan kita bisa jaga.." lanjut bu Wanda sambil menatap lorong kecil di depan rukonya. 

Portal tersebut bahkan menagih Rp. 1000 untuk jasa parkir pedagang. Karena kondisi area yang panas dan tidak aman serta mahal tersebut, sejak tempat parkir itu diresmikan, masyarakat lebih memilih untuk memarkir kendaraan mereka di depan toko-toko di sepanjang jalan raya. Bahkan banyak yang lebih memilih untuk belanja di Mini Marekat atau Swalayan yang letaknya tak jauh dari pasar.

                Semakin terbawa dalam suasana itu, kami memberanikan diri untuk mengungkit lagi. "kasetnya ada yang originalya bu?" tanya kami kepada ibu Wanda. Kami sedikit kaget saat Ibu itu menyatakan kepada kami bahwa semuanya bajakan. "kita bayar terus setiap bulan supaya gak kena razia mas.." ketus bu Wanda saat kami bertanya mengenai tindakan Polisi.

                Fakta ini mengingatkan kami akan kasus-kasus yang sudah banyak kali terjadi di tanah air. Dari pengakuan ibu tersebut juga kami tahu bahwa ada sebuah perusahaan yang memasoknya setiap bulan kepada Ibu Wanda dan pedagang-pedagang lainnya. Sebuah perusahaan yang letaknya di Glodok, Jakarta Barat, ternyata mamasok barang terlarang itu kepada masyarakat-masyarakat kecil ini. 

Permainan antara Polisi dan perusahaan ini tentu melukiskan bagaimana keadilan untuk masyarakat kecil dikekang. Kepada kami ibu Wanda mengatakan dirinya tahu ini terlarang. "tapi kami mau bagaimana lagi mas, kaset originalterlalu mahal, gakmampu..".

                Tidak habis disitu, barang terlarang yang menghancurkan karya para seniman tanah air bahkan dunia  ini ternyata sudah tertumpuk karena sangat jarang ada pembeli. Bu Wanda juga memanfaatkan ruko itu untuk tempat potong rambut. Saat ditanyai harga potong rambut bu Wanda mengatakan bahwa dirinya tak mematok harga mahal-mahal, "gak mau menyusahi orang yang gak mampu.." ujarnya menegaskan.

                Kenyataan ironis yang mengejutkan, yang kami temukan dalam pembicaraan kami dengan Ibu Wanda, mulai dari penataan pasar yang tidak menguntungkan dirinya dan banyak pedagang lain, portal yang membuat animo para calon pembeli lenyap dan beralih ke Mini Market atau Swalayan, permainan Polisi yang membuat mereka harus membayar agar tak terkena razia bahkan perusahaan pemasok barang bajakan tersebut, membuat kami merasa perlu untuk membandingkan data ini dengan pedagang lain.

                Dari ujung pasar tersebut kami terus melangkah ke ujung pasar yang lain. Sebuah terpal kecil meneduhi Karinem, wanita muda yang tampak sedang menjajakan kaset VCD dan DVD. Kami terbalalak menatap kaset-kaset orginal yang dijajakannya di emperan ruko-ruko lain. Untuk menjual di emperan tersebut ia mengaku harus membayar Rp.2000 kepada para penjaga portal. 

Untuk menanyai Karinem kami mengawali dengan cara yang sama seperti kami bertanya kepada bu Wanda. Karinem bahkan lebih berani berbicara, meski awalnya kami susah menanyakan namanya, "nama saya jelek mas.." ujarnya tersipu-sipu. Kami berani mengungkapkan kekaguman kami karena keberaniannya menjual kepingan-kepingan kaset original tersebut. "Habis gimana lagi mas, dari pada tutup karena kena razia..". Meski tidak mampu, namun mereka lebih memilih untuk membayar tunai kepada pemasok kaset, "dari pada ditagih-tagih.." katanya.

                Karinem dan suaminya punya pengalaman tak enak dengan kepingan-kepingan terlarang tersebut. Beberapa kali mereka bayar karena terkena Razia dan harus tutup bahkan hingga tiga bulan. Meski sulit dan beberapa kali rugi karena kaset original,sekarang mereka tetap memilih untuk menjual kaset original meski jumlahnya hanya sedikit. 

Bahkan hanya sedikit yang beli, "katanya terlalu mahal mas.." ujar Karinem mengenang ketusan para pembeli. Penasaran, kami memberanikan diri untuk menanyakan asal dari kaset-kaset tersebut. "Tuh mas liat aja di kasetnya, ada Perusahaan yang memasok". Nama salah satu perusahaan yang ia sebut,   tidak lain dan tidak bukan adalah perusahaan yang terketak di Glodok, perusahaan yang juga memasok kepingan-kepingan kaset bajakan kepada bu Wanda. Kami tidak berniat memberitahukannya kepada Karinem. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun