Mohon tunggu...
Wildan Franditazano Eka R.
Wildan Franditazano Eka R. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo perkenalkan nama saya Wildan Franditazano Eka Riduwan, disini saya berstatus mahasiswa di uin Maulana Malik Ibrahim Malang. Saya memiliki hobi membaca, dan bidang yang saya sukai adalah pendidikan dan arsitektur

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kurang Mendapat Respon? Stop Memberi Hukuman

5 Oktober 2022   02:10 Diperbarui: 5 Oktober 2022   02:19 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sering kali kita melakukan suatu perilaku atau perbuatan yang terjadi berulang-ulang, hingga pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Kita semua tahu bahwa kebiasaan bermula dari perilaku yang dilakukan berulang-ulang. 

Namun, yang akan dibahas dalam artikel ini adalah suatu perilaku yang dilakukan berulang untuk membentuk suatu pembiasaan dengan memberikan stimulus yang disusul atau menghasilkan sebuah respon. Seperti contohnya, ketika kita sedang mendengarkan sebuah lagu lalu kita putar secara berulang, secara tidak langsung lagi itu akan menjadi lagu favorit kita. 

Ketika dengan mood bagus dan mendengar lagu itu, kita akan ekspresif dalam mendengarkan lagu. Namun ketika kita dalam mood buruk, lagu tersebut bisa kita dengarkan dengan tujuan mengembalikan mood yang bagus. 

Tentu kita sering mengalami kejadian seperti contoh yang tertera. Oleh karena itu, dari konsep itu kita bisa menerapkannya ke dalam proses belajar. Konsep tersebut bisa kita kenali dengan teori asosiasistik

Sebelumnya, tidak afdhol ketika kita tidak mengetahui teori asosiasistik lebih jelas lagi bukan? Menurut Pavlov teori asosiasistik adalah sebuah teori yang mempelajari proses belajar dengan cara hukum asosiasi. 

Berbicara hukum asosiasi, apa sih hukum asosiasi itu? Hukum asosiasi menurut Aristoteles adalah sebuah ingatan pengalaman akan suatu hal yang cenderung dapat menimbulkan ingatan-ingatan lain yang serupa, berlawanan maupun ingatan yang terjadi secara bersamaan dengan kejadian awal. jadi, ketika dalam proses pembelajaran kita akan memunculkan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan materi yang sedang dijelaskan.

Kembali lagi kepada teori asosiasistik, Pavlov melakukan sebuah penelitian yang dikenal sebagai classical conditioning. Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai objek penelitian. Yang pertama, beliau membunyikan lonceng sebagai stimulus kepada anjing, namun respon yang diberikan oleh anjing tidak ada. 

Namun, ketika beliau memberikan makanan sebagai stimulus kepada anjing, respon yang diberikan oleh anjing adalah keluarnya air liur. Yang ketiga beliau mencoba memberikan lonceng bersamaan dengan makanan sebagai stimulus kepada anjing, respon yang diberikan oleh anjing adalah keluarnya air liur.

Dan yang terakhir karena percobaan yang ketiga dilakukan berulang, maka pada percobaan terakhir beliau hanya membunyikan lonceng saja, namun si anjing sudah mengeluarkan air liur. Hal tersebut menandakan bahwa si anjing berpikir bahwa ketika lonceng dibunyikan maka ia akan diberi makanan. Hal tersebut akibat dari percobaan yang ketiga ketika dilakukan berulang-ulang.

Dari penelitian Pavlov kita bisa menerapkannya dalam proses pembelajaran. Kita memberikan suatu pertanyaan kepada murid sebagai stimulus, namun respon yang diberikan adalah tidak tanggap.

Maka kita beri stimulus lain seperti yang jawab dulu mendapatkan nilai A, respon yang diberikan siswa adalah mereka akan aktif dalam menjawab pertanyaan gurunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun