Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejumlah Alasan Mengapa Anak dari Keluarga "Broken Home" Tidak Mudik Lebaran

14 Juni 2018   01:32 Diperbarui: 14 Juni 2018   11:55 4232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata permasalahan kebangsaan negara Indonesia tercinta ini bukan  melulu tentang infrastruktur, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, hingga  korupsi.

Banyak sekali warga negara yang tidak bahagia, sampai-sampai mudik lebaran pun tidak mampu karena keluarganya  berantakan dan tidak peduli.

Hipwee
Hipwee
Ilmuwan India, Amartya Sen, mengatakan bahwa fondasi dari kesejahteraan sosial adalah kebahagiaan individu.  Memang, tidak pernah ada pasangan yang menikah untuk bercerai atau membuat  keluarga kecilnya berantakan.

Tetapi seringkali banyak orangtua yang  alpa bertanggung jawab pada kebahagiaan anak-anaknya ketika memutuskan berpisah dengan pasangan, kemudian membangun keluarga baru. Padahal, kunci utama dalam menjaga ikatan antara anak dan orangtua yang tercerai  berai semacam ini hanya satu, yaitu komunikasi.  

Banyak sekali orangtua yang "MALAS" menjaga komunikasi dengan anak-anak mereka ketika telah berpisah dengan  pasangan dan memiliki kehidupan baru. Padahal, komunikasi merupakan  satu-satunya hal yang paling diinginkan anak-anak dari keluarga "Broken Home" semacam ini. Komunikasi merupakan salah satu bentuk kepedulian dan  kasih sayang meski memang terpisah jarak dan waktu. Bertanya, "Sayang, apa kabar? Papa/Mama rindu nih," atau "Nak, pulang ya, Bapak/Ibu rindu makan bareng kamu," merupakan hal yang paling dirindukan anak-anak yang berjuang menata  hidupnya diatas reruntuhan yang diciptakan oleh kedua orangtuanya. 

Dalam hal ini, pasangan yang telah berpisah seringkali "EGOIS" dengan meminta anak-anak mereka mengerti kondisi dan pilihan hidup  mereka.

Tetapi sebaliknya, mereka tidak berusaha untuk peduli pada  kondisi batin dan kebutuhan anak-anaknya akan perhatian-perhatian kecil  yang menjadi pengikat hubungan anak-orangtua.

Sebab, menjadi orangtua  bukan sekadar melahirkan dan memberi makan, juga memberi asupan nutrisi  ke dalam batin anak agar mereka merasa berharga, dicintai, diinginkan  dan dianggap ada. 

Jika  orangtua memilih tidak peduli pada kasus-kasus semacam ini, yang  diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri, maka dapat menyebabkan  anak-anak itu menjadi stress dan depresi. Apakah para orangtua harus  kehilangan anak-anak mereka oleh banyak sebab untuk membuat mereka sadar  bahwa menjadi anak dari keluarga "Broken Home" itu tidak mudah dan butuh mental yang kuat? 

Mungkin, selama ini para orangtua tidak menyadari bahwa pola komunikasi yang buruk antara orangtua-anak dapat memberi pengaruh jangka panjang secara psikologis, khususnya dalam hidup si anak.

Orangtua yang menyepelekan masalah komunikasi dalam hal pengambilan keputusan, memberikan wejangan, mendengarkan curhat anak, berdiskusi dengan anak atau sekedar menyatakan rasa sayang dan rindu berkontribusi dalam membuat si anak bermasalah dalam kehidupan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun