Mohon tunggu...
Wido Cepaka Warih
Wido Cepaka Warih Mohon Tunggu... Lainnya - Urip iku urup

Suka bertualang, pembelajar, pernah menjadi tenaga pendidik di pelosok dan pendamping pulau-pulau terluar, pemerhati masyarakat, isu sosial, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memetik Pembelajaran dari Masyarakat Pulau Terdepan Indonesia

11 Februari 2017   17:29 Diperbarui: 12 Februari 2017   11:48 1735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas ibu-ibu mengelupas kulit kacang tanah (Dok. Pribadi)

Program Pendampingan Efektivitas Sarana dan Prasarana di Pulau-pulau Kecil Berbasis Masyarakat (PRAKARSA) merupakan salah satu program penerapan dari Perpres 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Program ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI) dan Destructive Fishing Watch (DFW Indonesia). Apa saja komponen pendampingan dari program tersebut?

  • Penguatan data dan Informasi di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Adanya pemetaan isu, tokoh masyarakat, profil pulau dan pendamingan perencanaan pembangunan desa.
  • Penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya Kelompok Masyarakat Pengelola (KMP) sarana dan prasarana yang menjadi fokus pendampingan. Pendampingan penguatan kapasitas SDM, pelatihan teknis dan manajemen, penguatan kelembagaan dan pengembangan program inisiatif.
  • Pengembangan kemitraan dan kerjasama. Adanya identifikasi dan fasilitasi mitra potensial, pengembangan usaha ekonomi produktif serta pengembangan program inisiatif KMP.
  • Pengembangan program inovatif, seperti Rumah Baca, Aksi Tepian Negeri (ATN), Sahabat Pena dan mengajar pelajaran tambahan.

Selama proses pendampingan yang dilakukan fasilitator di Pulau Larat, tidak sedikit hal-hal yang didapatkan yang telah memberi pelajaran maupun pengalaman berharga. Selama kurang lebih delapan bulan hidup dan tinggal bersama masyarakat, menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, serta melibatkan diri langsung dalam setiap aktivitas untuk mempererat hubungan fasilitator dengan masyarakat dan seluruh para pemangku kepentingan. Inilah kisah singkat pembelajaran berharga yang fasilitator dapatkan selama hidup bersama masyarakat di Pulau Larat:

(1) Membangun Indonesia dari Pinggiran

Membangun Indonesia dari Pinggiran, merupakan sebuah perwujudan nawacita dari Presiden RI Bapak Joko Widodo dalam mengawal pembangunan negeri dimulai dari perbatasan dan daerah terdepan Indonesia. Sudah selayaknya sebagai anak bangsa, kita juga ikut mengawal niat dan aksi baik ini demi mewujudkan sebuah taman garda terdepan yang menjadi idaman setiap warga negara. Program pendampingan efektivitas sarana dan prasarana (Prakarsa) di pulau-pulau terluar merupakan implementasi dari nawacita membangun Indonesia dari pinggiran sebagai buah kerjasama antara DFW Indonesia dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mengawal pembangunan di pulau-pulau kecil terluar (PPKT) Indonesia. 

Menjadi seorang fasilitator untuk mendampingi kelompok pengelola sarana dan prasarana bantuan dari pemerintah bukanlah sebuah hal yang mudah. Terkait bagaimana merubah pola pikir masyarakat mengenai bantuan itu sendiri, peran kami untuk memberikan penyadaran terhadap masyarakat bahwasanya aset itu milik mereka, milik masyarakat, sehingga perlu adanya perhatian dan perawatan dari masyarakat. Kami terus berproses dalam kurun waktu delapan bulan mendampingi kelompok pengelola desalinasi, PLTS, abon ikan dan jetty apung. Lambat laun kelompok mulai berbenah diri, mulai nampak capain dambaan, mulai mengerti akan arti sebuah pengelolaan begitu juga dengan masyarakat setempat. Membangun Indonesia dari pinggiran bukanlah sebuah keniscayaan, tetapi sebuah sentuhan dan optimisme bahwa Indonesia dibangun dari sentuhan hangat kolaborasi dari berbagai pihak yang peduli.


(2) Partisipasi dan Apresiasi

Pembangunan di pulau-pulau kecil terluar (PPKT) pada dasarnya sebagai sebuah rangkaian upaya pembangunan nasional yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional yang termaksud dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

Membangun desa-desa di PPKT memerlukan serangkaian partisipatif kolaboratif dari segenap elemen masyarakat yang ada, dimaksudkan agar aspirasi dari berbagai kebutuhan dapat ditampung dengan baik. Selama bertugas di pulau terluar, saya pribadi belajar banyak hal mengenai arti sebuah partisipasi. Saya menjadi saksi saat mengikuti sebuah Rapat Negeri di suatu desa. Rapat negeri ini dihadiri oleh segenap elemen masyarakat dari pemerintah desa, adat, majelis agama, pendidik, masyarakat umum. 

Rapat negeri bertujuan untuk membahas mengenai pembangunan desa yang sudah tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD). Saat rapat negeri berlangsung, saya sebagai fasilitator juga menyampaikan ide dan pendapatnya mengenai keberlanjutan pengelolaan bantuan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Selain itu apresiasi dari pemerintah pusat atas pencapaian pengelolaan menjadi sebuah pengalaman berharga untuk pengelola bantuan, seperti teknisi dan operator kelompok masyarakat pengelola (KMP) PLTS Faduk Mavu Desa Lamdesar Barat, Pulau Larat yang diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan PLTS pada bulan Agustus 2016. Begitu juga dengan teknisi kelompok desalinasi Tavarsina desa Ritabel diberangkatkan pada awal bulan Oktober 2016 untuk Bimtek Teknis Desalinasi di Kota Tual, Provinsi Maluku.

Diskusi bersama masyarakat dan tokoh terkait keberlanjutan PLTS (Dok. Pribadi)
Diskusi bersama masyarakat dan tokoh terkait keberlanjutan PLTS (Dok. Pribadi)
Diskusi bersama Kepala Desa dan Teknisi terkait perbaikan PLTS (Dok. Pribadi)
Diskusi bersama Kepala Desa dan Teknisi terkait perbaikan PLTS (Dok. Pribadi)
(3) Belajar Toleransi dari Sudut Negeri

Toleransi itu bukan hanya diajarkan, tetapi juga dirasakan secara langung dari guru kehidupan. Selama delapan (8) bulan tinggal dan menyelami kehidupan masyarakat di Pulau Larat, fasilitator belajar banyak hal mengenai arti sebuah toleransi. Tersebutlah pada sebuah desa Lamdesar Barat di mana terdapat pendampingan kelompok pengelola PLTS, fasilitator tinggal bersama orang tua angkat (orang tua piara). Mayoritas masyarakat di desa Lamdesar Barat beragama Kristen. Saat itu sudah memasuki bulan Ramadhan, begitu juga dengan fasilitator berkewajiban untuk menjalankan ibadah puasa. Orang tua angkat sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka ketika menjelang waktu berbuka itu tiba, bahkan terus menanyakan keadaan fasilitator apakah masih kuat, masih sehat, bagaimana kondisi tubuh. Ini sebuah perhatian tulus dan seorang orang tua angkat di sebuah desa di pulau terluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun