Timnas Indonesia memang gagal meraih juara Piala AFF 2020. Tetapi perjuangan anak-anak Garuda yang terhenti di tangan Thailand di partai puncak, patut mendapat apresiasi khusus.
"Udah bagus ini pelatihnya, harusnya abis ini jangan diganti," celetuk istri saya sembari nonton partai final leg kedua semalam.
Jarang-jarang lho saya nonton bola ditemani istri dan anak. Rupanya antusiasme terhadap kiprah Timnas Indonesia tengah merebak di semua kalangan.
Suara sorak-sorai dari rumah-rumah di sekeliling rumah kami juga terdengar riuh tiap kali Indonesia bertanding. Mereka nonton bareng dengan keluarga masing-masing.
Hebatnya, yang terdengar jelas lantang berteriak biasanya emak-emak. Mereka histeris saat Indonesia mendapatkan peluang, terlebih jika berhasil menjadi gol. Teriakannya bisa menembus dinginnya malam, merontokkan daun-daun di pepohonan. Bahkan teriakan saat gol terjadi mungkin bisa terdengar hingga kecamatan sebelah.
Konyolnya, karena televisi di rumah kami pakai siaran digital, maka siarannya agak delay sekitar 10 detik. Lha, jadinya tetangga kanan kiri sudah histeris teriak gol, di layar televisi kami si pemain masih gocek-gocek dan main umpan sebelum menjebol gawang lawan.
Tapi gak apa-apa, kami bisa berteriak lantang setelah orang-orang selesai berteriak, yang penting tetap seru.
"Masih muda-muda banget pemainnya. Kalau pelatihnya tetap dia pasti bagus prospeknya," ini pandangan obyektif dari istri saya yang jarang bicara bola.
Tiap kali nonton Timnas di Piala AFF ini, banyak hal kami diskusikan. Soal kenapa para pemain senior tidak dilirik oleh Shin Tae-yong. Tentang kiprah beberapa pemain yang statusnya kini main di klub luar negeri. Juga tentang naturalisasi pemain keturunan Indonesia.
"Udah keliatan kok karakternya mereka bagus, nggak gampang menyerah, pasti si Ahjussi ini nerapin disiplinnya bagus," ucap mantan pacar saya itu.