Teruntuk kalian yang masih demen keluar rumah tanpa keperluan jelas dan suka berkerumun. Satu kata untuk kalian: menjengkelkan!
Ya itu kata mutiara penting buat kalian yang keluar rumah tanpa keperluan penting. Bukan buat mereka yang memang harus keluar rumah untuk berjuang demi nafkah keluarga. Beda.
---
Hampir tiga bulan lamanya kami lebih banyak diam di rumah. Ngejogrok bae, rebahan, ngerjain tugas, kerja dari rumah, pokoknya semua hal kami lakukan demi berperan serta ikut memperlambat penyebaran virus corona.
"Tapi kan enak, tetep digaji walau kerja di rumah," ucap kalian.
Eh, sini tak bilangin baik-baik. Mau tetep digaji kek, mau enggak kek, yang namanya stay at home itu lama-lama bikin stres dan menyakitkan. Mungkin iya tetap digaji, tapi coba tanya kanan kiri kalian, apa gaji pekerja WFH masih utuh? Nggak dipotong sana-sini? Atau malah nombok gara-gara konsumsi listrik dan kuota nggak diganti sama perusahaan atau kantornya?
Memang bagaimanapun harus bersyukur. Ya, perbanyak syukur apapun itu. Masih untung nggak hilang pekerjaan, cuma hilang sedikit demi sedikit saldo tabungan yang terus berkurang karena tagihan kanan kiri tetap jalan. Benar-benar mantab alias makan tabungan.
Acungi jempol deh dan salut buat yang masih berusaha di rumah aja walau pekerjaan sudah hilang dan berusaha bangkit lagi dengan berjualan kecil-kecilan. Jualan lewat medsos, jualan lewat WA, dilakukan tanpa kenal menyerah walau untung tak seberapa. Jelas beda banget dengan yang masih sanggup jualan fashion di mal dengan membuat kerumunan.
Berbulan-bulan di rumah aja tuh nggak gampang juga. Bukan karena dulu pemerintah pernah bilang "kalian di rumah aja," bukan. Menahan diri untuk tidak sering keluar rumah adalah wujud kesadaran diri, karena kami sayang diri sendiri, keluarga dan lingkungan.
Dulu, awal-awal pandemi, banyak orang dengan bangga memasang hashtag #stayathome dan #dirumahaja. Sekarang? Ya ampun, pada ke mana orang-orang itu?