"Sini Nak, cukur rambut dulu, bentar aja kok," ucap saya.
Ternyata ucapan saya itu langsung tidak terbukti. Bentar apanya wong mengoperasikan pencukur elektrik saja saya gagap. Hampir 15 menit awal waktu terbuang gara-gara saya berkutat dengan alat tersebut.
Pas udah bisa disetting dengan benar, saya pun mulai mencukur rambut anak saya.
"Aduh Yah, hati-hati Yah... pelaaan Yaah!!" anak saya teriak.
Gawat, kok nggak semudah di video YouTube sih?
"Tenang, makanya kamu jangan gerak kepalanya," ucap saya mencoba menenangkan suasana, padahal keringat sudah mengucur deras.
"Aduh, udah deh Yah, rambut aku jangan dibotakin," anak saya tetap protes.
"Ini enggak botak, ini lagi dirapiin belakangnya, kamu diem dulu deh," jawab saya, sambil deg-degan.
"Aduuuh... sakiiit tau!!"
Setengah jam berlalu dan model rambut anak saya masih belum jelas masa depannya. Akhirnya saya memutuskan main aman saja, nggak perlu seperti gaya rambut Cristiano Ronaldo, tapi yang penting enggak terlihat pitak sana-sini.
"Udah ya Yah, udahan aja," pinta anak saya memelas.