Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rusia 2018, Matinya Sepak Bola Menyerang?

18 Juni 2018   21:01 Diperbarui: 18 Juni 2018   21:06 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara tradisional, orang akan lebih banyak menjagokan tim Brasil, Argentina, Prancis, Spanyol hingga Jerman dalam Piala Dunia Rusia edisi 2018 ini. Mau dilihat dari sudut pandang manapun, mereka memang pantas diunggulkan. Materi pemain di atas rata-rata dibungkus dengan sejarah panjang yang gemilang.

Jika sampai ada orang malah menjagokan tim seperti Islandia, pasti itu hanya main-main. Nggak ngerti bola, dan mungkin hanya pelampiasan karena jagoan mereka sebenarnya seperti Belanda, Italia atau justru Indonesia tidak lolos ke Rusia.

Namun, Piala Dunia baru berjalan beberapa hari, kita sudah disuguhi kenyataan mencengangkan. Kecuali Prancis yang sanggup menang atas Australia dengan skor 2-1, tim-tim yang saya sebut di atas harus merasakan hasil yang tidak diharapkan. Brasil, Argentina dan Spanyol ditahan seri lawan-lawannya, sementara tim panser Jerman malah bertekuk lutut di tangan Meksiko.

Argentina di bawah pimpinan Lionel Messi, mendominasi laga dengan ball possession atau penguasaan bola mencapai 78% berbanding 22% milik Islandia. Tembakan ke gawang pun mencapai 27 kali dengan 7 di antaranya on target. Apa yang terjadi? Hanya sebiji gol Sergio Aguero yang dibalas sebiji lainnya milik Islandia.

Brasil, yang dipuja-puja para penikmat sepakbola indah, sepakbola menyerang, sepakbola positif, atau apalah istilahnya, juga bernasib kurang lebih sama. Hanya sebuah gol indah Coutinho yang mampu dilesakkan ke gawang Swiss. Selebihnya Brasil terlihat seperti kumpulan orang-orang berbaju kuning yang sedang stres di lapangan.

Mereka malah sibuk menyalahkan gol Swiss melalui sepak pojok yang disinyalir didahului gerakan seperti mendorong angkot mogok terhadap bek Miranda. Padahal seharusnya bola tersebut bisa dihalau andai kiper Allison mau sedikit saja melompat menyongsong bola.

Ini jelas perilaku yang tidak bisa ditolerir. Alih-alih berkaca terhadap kesalahan sendiri, malah lebih suka menunjuk perbuatan orang lain.

Sebagai yang terdepan dalam hal filosofi menyerang, Brasil bahkan teramat jarang menginjak rumput di area kotak penalti Swiss. Padahal Neymar sudah rela tatanan rambutnya jadi awut-awutan saat laga. Tapi apa daya, sekalinya dapat bola, sudah datang minimal dua orang pemain Swiss bak debt collector menagih hutang.

Nasib Neymar ternyata tak lebih baik dibandingkan Messi. Silakan dibikin meme lebih banyak lagi.

Sebelumnya, Spanyol adalah rumah bagi sepakbola tiki-taka, suatu spesies sepakbola indah yang banyak dipuja. Penguasaan bola adalah senjata mereka. Melawan Portugal, ball possession 67% terasa wajar bagi Spanyol, meskipun Portugal dihuni sang mega bintang Cristiano Ronaldo sekalipun. Tapi hasil akhir 3-3 dengan dua gol lawan berasal dari bola mati dan sebiji lainnya dibantu peran besar dari kiper De Gea, tentu saja merusak sebuah happy ending dari keindahan sepakbola.

Persentase yang sama juga dimiliki juara bertahan Jerman saat meladeni Meksiko. Hasilnya? Malah keok 0-1. Adakah yang salah saat nembak gawang sampai 26 kali dan 9 di antaranya on target tapi tidak satu pun yang masuk? Sebaliknya serangan balik cepat Meksiko justru mampu mengoyak jala Neuer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun