Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Move On" Saat Gagal Mudik

7 Juni 2018   15:20 Diperbarui: 7 Juni 2018   15:29 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by: widikurniawan

Selama memiliki label sebagai perantau, beberapa kali saya terpaksa tidak mudik saat lebaran. Meski demikian, saya tidak sampai menyamai reputasi Bang Toyib yang selama tiga kali puasa dan tiga kali lebaran tidak pulang mudik. Paling banter ya berselang-seling, sekarang nggak mudik, tahun depan Insya Allah bisa mudik kok.

Pengalaman paling mengharu biru tentu beberapa tahun lalu saat masih tinggal di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ada beberapa alasan mengapa saya tidak mudik, antara lain harga tiket yang membumbung tinggi dan tak terjangkau di kantong tipis saya waktu itu. Selanjutnya, waktu itu istri saya tengah hamil anak pertama dan perkiraan lahirnya adalah sebulan setelah lebaran. Sehingga terpaksa saya harus berhitung dengan cuti, mengorbankan waktu mudik lebaran untuk bisa pulang pada saat kelahiran anak saya.

Menjalani malam takbiran sendirian di perantauan, di sebuah rumah petak yang berdinding kayu, rasanya seperti makan mie instan tanpa bumbu, alias hambar. Paginya, berangkat sholat Ied seorang diri ke masjid juga terasa ganjil karena orang-orang lain tampak ceria berangkat bersama keluarganya.

Usai sholat Ied sebenarnya saya tak tahu harus ke mana dan mau ngapain, ya tentunya selain menelepon istri dan orang tua di kampung nun jauh di seberang.

"Ada opor sama rendang di sini Yah, di sana makan apa?" tanya istri saya di ujung telepon.

"Hmm, apa ya? Tadi sih rencana mau ngangetin sarden sisa semalam."

Untungnya dan syukur Alhamdulillah, sebelum sempat rencana ngangetin sarden terealisasi, ada telepon masuk dari seorang rekan yang mengundang saya ke rumahnya. Semula saya ragu karena pasti usai sholat Ied adalah waktu berkumpul dengan keluarga terdekat. Sedangkan saya?

Namun akhirnya saya pun bertandang ke rumah rekan saya. Berbaur bersama keluarganya, makan hidangan khas lebaran. Sungguh saya merasa diterima di kampung orang. Tak ada sanak keluarga tapi saya tetap diperlakukan dengan baik di hari lebaran. Tidak bisa mudik bukan berarti kita tidak bisa "move on".

Setelah itu bahkan masih ada beberapa rekan yang mengundang saya rumahnya, alhamdulillah.

"Sini ko datang ke rumah, sa tahu ko butuh makan."

Ya, masih untung masih punya rekan-rekan yang peduli. Perbedaan budaya dan suku ternyata bukan penghalang untuk saling bersilaturahmi dan saling membantu. Sekali lagi alhamdulillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun