Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selingkuhan Baru Itu, Bernama Kompasiana

17 Oktober 2019   23:39 Diperbarui: 17 Oktober 2019   23:41 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diselingkuhi pastinya tidak enak. Tapi bagaimana bila selingkuhan kali ini bernama Kompasiana ? Ya. Semenjak gabung dengan Kompasiana sekitar satu bulan lalu, persisnya 10 September 2019, satu jam tidak buka kompasiana seperti ada yang kurang. Ada rasa gregetan sedikit begitulah kira-kira kalau belum menyempatkan buka halaman kompasiana. Tentu yang pertama dan utama membuka perkembangan berapa jumlah pengunjung yang membuka artikel-artikel yang ada, lalu berapa poin yang diperoleh. Apalagi kalau habis memposting artikel. Gatal rasanya kalau belum membuka kompasiana. Tapi kadang juga ada rasa cemburu sedikit, mana kala lihat tulisan dari kompasianer lainnya yang banyak nangkring di pojok artikel utama. Sementara postingan artikel saya cuma terposting dengan label biasa-biasa saja. Tapi tetap saja ada rasa gregetan mana kala jemari tangan ini belum membuka dan melirik artikel-artikel di Kompasiana.

Asyik menulis, dan kadang tidak tahu waktu, susahnya kadang timbul masalah juga. Ada yang protes. Terutama istri, yang tiba-tiba merasakan suaminya mulai sering tidur terlalu malam, dan asyik duduk manis di depan komputer. Kadang jadi lupa juga beberapa tugas lain yang mestinya dikerjakan. Yah, karena kalau sudah mencandu menulis di Kompasiana rasanya beda dan belum plong kalau belum mencoba memposting artikel.

Bergumul di Kompasiana, bak seperti menemukan selingkuhan baru. Yang lain terabaikan. Termasuk tidak terasa kantuk kalau belum berhasil memposting tulisan. Ada kegeraman hati yang menggoda, kalau hari ini tidak menayangkan karya. Walau tentu saja, postingan yang ditayangkan kadang hanyalah ocehan yang biasa-biasa saja. Bahkan mungkin kurang layak untuk tayang sebagai artikel yang harus dibaca penikmat Kompasiana yang jutaan jumlahnya.

Selingkuhan baru ini juga yang menyeret pusat perhatian yang tadinya sering mencoba menulis di media lain, kini sudah tidak minat lagi. Kenapa ? Karena tulisan yang dikirim tak dimuat-muat. Bahkan, tidak cuma  itu. Sudah tidak dimuat, juga tidak ada berita balikannya. Jadi tidak ngerti kemana juntrungnya tulisan kita. Mau digeser ke media lain, takut nanti tiba-tiba termuat. Ngaak mau digeser ke media lain, tulisan yang dibuat ko sepertinya jadi sampah belaka. Nah, saat di Kompasiana terasa beda rasanya. Apa yang ditulis, pasti ditayangkan. Jadi pasti dibaca orang lain. Minimal tim moderasi yang membaca. Apalagi kalau postingan artikel itu berlabel atau berpredikat pilihan atau artikel utama. Bangga rasanya hati ini menyaksikan tulisan kita dibaca orang lain. Saking bangganya kadang postingan yang kita buat itu kita baca berulang kali sampai puas. Ada semacam kepercayaan diri dan optimisme yang hadir manakala postingan kita terlabel pilihan atau apalagi menjadi headline.

Ibarat istri kedua, Kompasiana selalu menggoda untuk didekati. Ada setitik harapan yang juga muncul mana kala info-info yang menggugah semangat dan selera untuk berkarya hadir di tengah-tengah Kompasiana. Informasi tentang reward, lomba dan seterusnya. Meskipun, hati kecil juga sudah merasa, ah... kayaknya jauh deh untuk mencapai apa yang sering diinfokan Kompasiana perihal berbagai penghargaan yang bisa diraih oleh kompasianer. Tetapi setidaknya benar juga reward yang ditawarkan kadang menjadi penyemangat tersendiri tetapi kadang juga menumbuhkan rasa pesimis, karena faktanya postingan artikel yang terkirim kadang termoderasi dan tervonis sebagai artikel yang hanya tayang belaka. Tidak terlalu bernilai bagus sehingga hadirnya di Kompasiana ya sekedar meramaikan halaman saja.

Tetapi menulis dan dibaca orang adalah sensasi tersendiri. Kadang sensasi itu mengabaikan apakah tulisan yang diposting berdampak secara ekonomis atau tidak. Bangga dibaca atasan, bangga dibaca istri, bangga dibaca anak, dan bisa saja bangga tulisan kita dibaca mantan pacar, adalah harga mahal yang kadang lebih pokok menentukan semangat kita dalam menulis. Selain tentu saja bila mana Tuhan mengijinkan semoga postingan artikel-artikel kita itu juga membuahkan reward alias setitik rejeki. Barangkali pun sekedar untuk ganti ongkos pulsa. Atau ntraktir teman sekantor yang merasa diselingkuhi karena tidak lagi jadi pusat perhatian.

Sampai kapan terus berselingkuh di Kompasiana ? Tidak tahu. Yang jelas sampai detik ini masih enjoy menikmati hiruk pikuk aneka karya di Kompasiana. Senang juga kadang disapa Kompasianer lainnya. Minimal jadi tambah saudara untuk silaturahmi. Yah semoga semangat ini terus membara. Setidaknya untuk katarsis diri saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun