Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sering Membuat Gaduh dan Galau, Mungkinkah Pak Muhadjir Dipertahankan?

13 Oktober 2019   21:16 Diperbarui: 14 Oktober 2019   07:56 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak gabung dalam kabinet kerja bersama Presiden Joko Widodo, menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Efendy setidak-tidaknya telah menerbitkan tiga kebijakan yang membuat galau. 

Pertama tentang "full day scholl" yang tertuang dalam peraturan menteri nomor 23 tahun 2017 yang mengatur tentang ketentuan sekolah 8 jam satu hari.  Kedua tentang peraturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis Zonasi, yang tertuang dalam peraturan menteri pendidikan nomor  51 tahun 2018. Yang ketiga soal mutasi atau rotasi guru.

Tiga kebijakan menteri pendidikan dan kebudayaan Muhadjir Effendy  saat diterapkan dilapangan memang pada kenyataannya menimbulkan kegalauan dan kegundahan. Bahkan mungkin dapat disebut juga menimbulkan kegaduhan. Misalnya tentang kebijakan "full day school". Peraturan tentang jumlah 8 jam satu hari selama 5 hari kerja, penerapannya di lapangan tidaklah semudah membalik telapak tangan. Meskipun dalam peraturan tersebut disertai dengan pasal tambahan yang memberikan kelonggaran bagi sekolah yang karena kendala tertentu belum dapat menerapkan "full day school", diijinkan untuk menerapkannya secara bertahap.

Kebijakan "full day school" sepintas memang kelihatannya ideal. Tetapi heterogenitas latar belakang siswa yang beraneka ragam, tentu tidak sebegitu mudahnya untuk dapat melaksanakan peraturan menteri ini. Ada konsekuensi pembiayaan yang harus direevaluasi baik dari pihak sekolah maupun orang tua siswa. Fakta ini juga tidak sebegitu mudah, karena pemerintah sendiri baik pemerintah daerah maupun pusat belum sepenuhnya dapat menjamin resiko perubahan pembiayaan akibat perubahan jumlah jam dan perubahan jumlah hari. Selain itu latar belakang menteri pendidikan menerapkan kebijakan "full day school" hanya berdasarkan pandangannya  pada kenyataan bahwa bila anak tidak berada di sekolah, anak akan sendirian di rumah karena orang tua bekerja. Padahal dalam kenyataannya sebagian besar orang tua siswa tidak selalu memiliki masalah dengan orang tuanya karena sepulang dari sekolah mereka tetap bersama dengan orang tuanya. Sampling yang dipergunakan menteri adalah masyarakat perkotaan dimana orang tua siswa banyak bekerja di kantor atau di perusahaan-perusahaan. Disebagian besar masyarakat justru akan menimbulkan masalah pembiayaan karena orang tua harus menyiapkan akomodasi sedemian rupa. Sama halnya juga bagi penyelenggara pendidikan tentunya juga akan menimbulkan masalah pada pembiayaan yang tentunya menjadi bertambah.

Sampai dengan saat ini prosentase sekolah yang sudah menerapkan 8 jam sehari dan sekolah yang belum dapat melaksanakan jumlahnya hampir sama. Artinya kebijakan menteri ini masih perlu direevaluasi. Tidak semua sekolah cocok dengan model 8 jam sehari. Tetapi bisa saja lebih cocok dengan tetap pada pola enam hari kerja, karena kondisi yang berbeda.

Kontroversi berikutnya adalah yang terkait dengan zonasi PPDB. Dampak paling kongkrit dari kebijakan ini adalah  hilangnya label "sekolah favorit". Tidak lagi ada sekolah unggul karena hanya dihuni anak-anak pandai saja.  Sementara orang tua wali murid juga menjadi kehilangan hak kemerdekaannya  untuk memilih sekolah sesuai dengan keinginannya. Kegaduhan dari kebijakan ini  bahkan menjadi "trending topic" yang sempat riuh rendah menyertai hiruk pikuk PPDB berbasis zonasi. Meskipun Mendikbud sendiri selalu mengklaim bahwa kebijakan PPDB berbasis zonasi ini berjalan dengan lancar dan sukses.

Pro kontra kebijakan PPDB berbasis zonasi ini menjadi semakin ramai mana kala sistem perekrutan siswa baru di sekolah dibawah kementerian lain, tidak menerapkan hal yang sama. Sebutlah sistem penerimaan peserta didik baru pada  sekolah dibawah kementerian agama, yang sampai dengan saat ini masih menerapkan pola penerimaan siswa baru sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tentu saja ketidaksinkronan kebijakan ini di lapangan timbul masalah. Karena anak potensial yang tadinya mengumpul di sekolah favorit, bergeser ke sekolah favorit dibawah kementerian yang lain. Dalam arti tujuan untuk pemerataan anak potensial menjadi terhambat karena dibagian lain ada sekolah yang menerapkan pola yang berbeda.

Kegaduhan berikutnya adalah kebijakan tentang rotasi guru.  Dengan dalih untuk meningkatkan pemerataan kualitas guru, maka guru sebaiknya dirotasi diputar agar potensi guru dapat merata dan menjadi akselerator pada sekolah-sekolah yang masih perkembangannya belum maksimal. Nah berhubungan dengan rotasi inilah ada beberapa masalah. Pertama dampak psikologis akibat dari rotasi yang dipaksakan. Kedua dampak ekonomis yang timbul dari efek rotasi yang pastinya akan menimbulkan efek pembiayaan yang berbeda karena perubahan alat transportasi, akomodasi dan lain sebagainya.

Bila alasan rotasi adalah untuk pemerataan mutu guru. Kemudian yang perlu dipertanyakan adalah sistem pembeda apa yang nantinya dipergunakan untuk mengklasifikasi guru dan mendesain distribusi guru tersebut. Apakah rotasi guru dan dampaknya terhadap peningkatan mutu sekolah sudah cukup terkaji dengan baik ? Ataukah justru berakibat sebaliknya ?

Konsep yang didisain menteri pendidikan nantinya di sekolah harus terdapat jumlah yang merata antara guru pns bersertifikat, guru pns belum bersertifikat, dan guru honorer. Formasi tersebut yang didisain mendikbud untuk mendongkrak mutu pendidikan. Hanya saja implementasi di lapangan tentunya tetap harus bijak dan terkaji secara mendalam. Implementasi yang grusa grusu justru akan menciptakan masalah baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun