Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguji Konsistensi Gerindra dan Umpan Kabinet Joko Widodo

8 Oktober 2019   20:07 Diperbarui: 8 Oktober 2019   20:17 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik selalu dinamis. Itulah sebabnya, konfrontasi luar biasa yang sebelumnya dipertontonkan dihadapan publik negeri ini melalui berbagai ruang informasi, menjadi penuh tanda tanya, mana kala situasi menjadi tiba-tiba berubah sedemikian rupa. 

Belum lama publik dihadapkan pada suasana "kegentingan" pertarungan pemilihan presiden dan wakil presiden, bahkan di akar rumput, bangunan opini-opini pertarungan yang digelontorkan para elit politik, berdampaknya retak dan terbelahnya masyarakat antara pendukung barisan "cebong" dan pecinta barisan "kampret". Sebegitu besar gelombang agitasi perseturuan  diakar rumput, sampai kadang-kadang etika berpolitik di negeri ini tidak begitu dipedulikan, kecuali bagaimana membangun suasana seperti apapun yang penting berdampak pada perolehan suara yang sebanyak-banyaknya.

Akan tetapi, drama telah selesai. Lebih tepat mungkin dibuat selesai. Disebut begitu, karena sesungguhnya "sisa-sisa" agitasi yang masih leleh,  saling olok, saling ejek, dan saling rendah-merendahkan, masih belum  lenyap begitu saja. Akar rumput tidak pernah berpolitik, kecuali ia dipolitisir. Karena  itu ketika publik dipolitisir dan dibelah dengan agitasi kepentingan politik, maka ia akan menjadi pejuang hero perkasa yang siap hidup atau mati, karena militansi yang dimiliki jauh dari "peribahasa politik" yang kadang berbunyi "B" dan hari lain berbunyi "C".

Maka dari itu tatkala Jokowi bertemu Prabowo di kereta api, lalu mengirimkan simbolisasi "perdamaian di antara kita".  Mudah dipahami bila kemudian,  manuver politik dua tokoh besar  ini lalu mengundang seribu tanya. Kendati, dalih kata yang kemudian disebarkan untuk menjawab tanya adalah ungkapan "politik itu dinamis", "politik itu tidak statis", "tidak ada kawan abadi, tidak ada lawan abadi". 

Hanya saja, heroisme dukungan yang sudah sedemikian mengakar di tingkat akar rumput, sudah menggantungkan  harapan besar pada propaganda kampanye dan janji politik yang digaungkan, menjadi penuh tanya dan bisa jadi kecewa mana kala manuver jungkir balik politik itu seperti dibelokkan tiba-tiba dan dalam sekejap mata.

Barisan pendukung fanatik Prabowo, bisa saja kecewa mengapa Prabowo begitu cepat "berdamai", sementara energi yang dikeluarkan untuk berjibaku berjuang, lelahpun belumlah usai. Hal yang sama tentu juga terjadi pada pendukung fanatik Joko Widodo. Memberi ruang dan tempat pada lawan politik pastinya tidak mengabaikan penghargaan pada pendukung yang jelas sejak awal bekerja keras mengawal, mengamankan, dan memenangkan kontestasi politik. Memberi ruang terlalu lebar, dan terang benderang bisa saja menohok hati pembela yang sudah berjuang  lama, kendati alasan yang dikemukakan adalah sinergi untuk kebangsaan dan kesatuan republik ini.

Dinamisasi politik yang belakangan mengemuka antara Gerindra dan Joko Widodo, wajar bilamana suasana ini menimbulkan spekulasi-spekulasi dan analisis-analisis yang bermacam-macam mengiringi pertanyaan besar tentang wajah seperti apakah figur-figur kabinet yang akan diarsiteki Joko Widodo.

Pertanyaan pertama adalah, mengapa Prabowo mengincar kursi di kabinet Joko Widodo. Tentu dengan bekal perolehan suara yang cukup besar pada pilpres 2019, Prabowo cukup punya alasan mengapa ia layak menawar kursi di kabinet. Potensi pendukung yang berjumlah jutaan di seluruh Indonesia, sangat mungkin menjadi pertimbangan bagi Joko Widodo dalam menyusun komposisi personel di kabinetnya. Disisi lain, tentu hadirnya di kabinet Joko Widodo, bisa saja menguntungkan Gerindra baik dalam segi  memperjuangkan visi misi politiknya, maupun dalam membuka peluang yang lebar untuk kontestasi politik di periode berikutnya.

Hanya saja, posisi Gerindra berdekat-dekat dengan Joko Widodo, pastinya akan diuji sejauhmana konsistensi sikap politiknya, apakah akan larut terbeli dengan jabatan kursi dikabinet, ataukah masuknya Gerindra di kabinet akan menjadi pintu masuk Gerindra memperjuangkan kepentingan politik yang selama ini diperjuangkan. Pilihan sikap Gerindra saat ini tentu akan menjadi titik tolak, apakah para pendukung Gerindra akan tetap pada pilihannya.

Politik dimata elit, memang selalu berubah.  Tetapi dalil politik selalu berubah, tidak selalu sama dengan dalil politik di akar rumput.  Ketika elit politik bermanuver dan tidak sejalan dengan dalil politik di akar rumputnya, maka siap-siap saja akan segera ditinggalkan. Termasuk tentu saja belaku pada koalisi yang selama ini sudah berjibaku habis-habisan untuk berjuang. Begitu merasa "tertipu", kuda-kuda angkat kaki dari koalisi pasti akan menjadi pilihan politik sebagai ekspresi dari rasa tidak mendapat penghargaan atas perjuangan yang telah diperjuangkan selama ini.

Bagaimana peta politik yang akan ditampilkan oleh para elit politik di negeri ini. Ada baiknya kita tunggu dan kita cermati.  Harapannya tentu saja, apapun yang dilakukan oleh para elit politik jangan sampai mengorbankan kepentingan berbangsa dan bernegara, tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Apakah koalisi pengusung Joko Widodo akan tetap utuh ? Ataukah koalisi pengusung Prabowo akan balik kanan ?  Ditunggu saja perkembangannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun