Sedikit Sejarah Badan Eksekutif Mahasiswa
Sebelum diubah namanya menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa, pada tahun 1950 organisasi ini dinamai dengan Dewan Mahasiswa. Dewan Mahasiswa bertujuan untuk memberi kesempatan kepada Mahasiswa dalam belajar politik.Â
Politik Indonesia pada tahun 1950 menjadi bagian dari sejarah politik yang sangat penting. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda, Indonesia langsung menetapkan sistem pemerintahan parlementer dengan dasar Undang-Undang Sementara (UUDS).
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem yang mewajibkan eksekutif (pemerintah/kabinet) bertanggungjawab kepada legislatif (parlemen). Pada masa sistem parlementer, sering timbul mosi tidak percaya kepada parlemen. Sementara itu UUDS menjadi landasan konstitusi yang tidak pasti dalam menghadapi kebutuhan negara. Meskipun demikian, dengan kesadaran bahwa pentingnya landasan dasar untuk bernegara, Indonesia tetap menggunakannya sebelum ditetapkan sebagai Undang-Undang. Sedemikian pentinglah landasan konstitusional dalam menjalankan sebuah pemerintahan. Ada pondasi yang menjadi pengatur ritme pemerintahan.Â
Dalam menjalankan Dewan Mahasiswa pada masa itu, diharapkan organisasi kemahasiswaan tersebut sanggup berjalan sesuai kaidah yang diatur dalam Undang-Undang setiap universitas. Proses pemilihan hingga penetapan aturan dasar dalam organisasi tersebutlah sebagai suatu gambaran belajar politik yang berdemokrasi. Undang-Undang yang ditetapkan tersebut berbeda dengan aturan dasar universitas. Sistem penetapannya juga berbeda.Â
Setelah menjalani proses politik Indonesia yang tidak pasti karena banyaknya tantangan pada zaman itu, Dewan Mahasiswa akhirnya diganti namanya menjadi Senat Mahasiswa pada tahun 1978. Pergantian ini memberi dampak yang sangat besar yaitu ketiadaan fungsi sebagai eksekutif. Senat Mahasiswa hanya memiliki fungsi sebagai legislatif. Sesuai namanya, Senat Mahasiswa lebih mengacu kepada fungsi pengawasan. Cakupan tugas Senat Mahasiswa lebih kecil dibandingkan dengan Dewan Mahasiswa. Senat Mahasiswa lebih berfokus terhadap kebijakan-kebijakan kampus. Perubahan ini terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto.
Setelah era reformasi pada tahun 1998, Dewan Mahasiswa kembali dibubarkan dan berganti namanya menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang memiliki hak secara penuh dalam menjalankan fungsi eksekutif. Pada masa ini terkenal dengan aksi besar-besaran untuk memakzulkan Soeharto dari kedudukannya sebagai presiden. Gerakan ini dianggap murni atas diskusi-diskusi akademik di setiap kampus. Setiap kampus yang mengadakan diskusi ternyata memiliki cita-cita yang sama. Keawetan Soeharto sebagai Presiden menjadi pertimbangan dan bahan diskusi yang akhirnya melahirkan keputusan untuk memutus kekuasan Soeharto. Aksi yang dilakukan Mahasiswa pada masa itu murni untuk menciptakan keluhuran cita-cita demokrasi. Ini adalah pergerakan terbesar Mahasiswa dalam catatan sejarah.Â
BEM yang Tidak Sehat
Apabila berbicara mengenai kasus kesanggupan BEM sebagai Miniatur politik di zaman sekarang, harus diperhatikan terlebih dahulu kampus mana yang hendak diperbincangkan.Â
Bila dilihat secara umum, kampus-kampus ternama dengan pergerakan BEM di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa mereka masih menjaga luhurnya BEM. Hal ini terbukti dari diskusi-diskusi akademik, proses penetapan landasan dasar, proses rembuk masalah kepada mahasiswa secara umum, kebebasan mahasiswa untuk berekspresi mengenai kebijakan BEM, kemurnian bersaing secara politik bukan ras atau suku, mengedepankan kualitas kebijakan dibanding kemampuan berteriak tidak jelas, serta proses penetapan anggota BEM yang begitu terbuka kepada mahasiswa secara umum.Â
Lalu bagaimana kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam menjalankan Badan Eksekutif Mahasiswa? Organisasi yang mengatasnamakan BEM namun berjalan "suka-suka" sesuai arahan golongan atau kelompok pemenangan pemimpin akan menuju ketidakbenaran dan pelecehan keluhuran BEM.