Mohon tunggu...
Wempie fauzi
Wempie fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Bekas guru

Bekas gurru yang meminati sejarah serta politik

Selanjutnya

Tutup

Money

Airlangga Hartarto dan Inovasi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia

9 Juni 2022   11:01 Diperbarui: 9 Juni 2022   11:08 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram/@airlangga_hrt

 

Ekonomi hijau yang mendasarkan kegiatan ekonomi kepada pengelolaan energi baru yang ramah lingkungan telah menjadi kondisi yang tak bisa ditawar lagi dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan bagi Indonesia. 

Untuk mencapai target tersebut Indonesia meneguhkan komitmennya dalam bentuk upaya pengurangan emisi rumah kaca serta mengarah kepada pembangunan rendah karbon. 

Bentuknya antara lain ada pada upaya memperbesar pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), penggunaan energi secara lebih efisien, pemakaian bahan bakar rendah karbon, teknologi pembangkit bersih, dan terakhir program penggunaan biofeuel untuk kendaraan.

Untuk memperkuat  semua itu, Menko  Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dalam waktu dekat Indonesia akan mulai menerapkan batas emisi, atau cap trade-tax dan offset untuk pembangkit listrik dari batu bara. Lewat aturan yang akan berlaku pada Juli 2022 mendatang itu, pembangkit listrik dari batubara yang secara operasional tidak efisien atau emisi yang masih tinggi dari batas minimum yang ditetapkan akan kena biaya tambahan.
 
"Indonesia sedang dalam proses persiapan penerapan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Instrumen NEK pada dasarnya memberi harga pada emisi karbon yang dihasilkan dari berbagai kegiatan produksi maupun jasa. Penerapan NEK diharapkan dapat mendorong industri untuk lebih sadar lingkungan dan juga mengurangi emisi Gas Rumah Kaca pada batas tertentu. Di sisi lain, instrumen NEK berperan sebagai instrumen pendanaan alternatif untuk mencapai target perubahan iklim Indonesia, baik Nationally Determined Contribution 2030 maupun Net Zero Emission 2060," jelas Menko Airlangga.

Guna mendukung rencana tersebut, Undang-Undang  Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Perpres Nomor 98 tahun 2021 digunakan sebagai landasan hukum.  Sedangkan Peraturan Presiden atau Perpres menjadi dasar penerapan berbagai instrumen NEK seperti Emission Trading System, Offset Crediting, dan Result Based Payment. Di level teknis, saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan peraturan turunan Perpres tersebut.

Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, selain berinovasi melalui cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik, ada juga mekanisme efisien lain yang bisa digunakan. "Maka di sini diperlukan adanya tukar menukar pengalaman dan informasi serta peningkatan kapasitas SDM dan teknologi agar reformasi Nilai Ekonomi Karbon  bisa menjadi lebih baik," katanya.
 
Pada tahun 2021 Pemerintah telah merintis skema voluntary cap and trade, dan offset crediting, yang melibatkan beberapa produsen listrik baik milik Pemerintah maupun swasta. 

Selain itu, secara pararel Pemerintah telah bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dalam melakukan penjajakan dan kajian pengembangan kebijakan-kebijakan dan skema perdagangan karbon melalui Internationally Traded Mitigation Outcomes (ITMOs). Nantinya apa yang menjadi langkah dan kebijakan yang telah diambil ini akan dikemukakan di forum G20 untuk kemudian menjadi komunike dari sebuah kebijakan prioritas Indonesia bagi masyarakat global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun