Mohon tunggu...
Wempie fauzi
Wempie fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Bekas guru

Bekas gurru yang meminati sejarah serta politik

Selanjutnya

Tutup

Money

Airlangga Hartarto Pamer Keberhasilan Pelaksanaan Mandatory Biodiesel Indonesia

25 Maret 2022   11:18 Diperbarui: 25 Maret 2022   11:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sebagai negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia, Indonesia tak hanya ingin berhenti pada level produsen semata. Keinginan untuk menapak lebih jauh dari minyak nabati ini telah dilaksanakan sejak trend pemeliharaan lingkungan harus bersanding dengan bisnis dan dunia usaha. Keinginan yang pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan lingkungan tidak rusak dengan segala dampak yang ditimbulkan oleh tangan manusia, namun tidak dengan mengurangi manfaat yang bisa diperoleh oleh pelaku usahanya.

Salah satu program keberlanjutan yang hingga kini terus berlangsung adalah pengembangan bahan bakar kendaraan dari minyak kelapa sawit atau yang disebut dengan biodiesel. Program ini sudah dimulai sejak  14 tahun lalu. Semula tujuan utama pengembangan program ini adalah untuk mengatasi kian langkanya sumber energi kendaraan dari bahan fossil. Namun dalam perjalanannya, keingina tersebut meningkat menjadi program mandatory, setelah melihat trend dunia yang ingin kembali ke alam, atau melaksanakan bisnis yang tidak merusak lingkungan.

Sekarang,  program yang pertama kali dimulai pada tahun 2008 tersebut secara perlahan tapi pasti mulai menunjukkan hasil, meski kadar penggunaan minyak sawit dalam campuran solar untuk biodosel baru mencapai 30 persen.  Namun harus dicatat persentase campuran yang telah dilakukan Indonesia tersebut adalah jumlah tertinggi yang telah dilaksanakan jika dibanding dengan negara lain yang juga punya program serupa. Program ini sedikit banyaknya telah memberi dampak positif baik secara ekonomi, masyarakat, juga lingkungan.

Dalam pandangan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, apa yang telah dicapai program mandatory  biodesel Indonesia ini adalah bukti sekaligus petunjuk yang bisa disaksikan negara-negara lain, khususnya anggota 20 tentang cara Indonesia dalam mengelola sumber daya alam, namun tidak dengan cara merusaknya.

Airlangga  Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, progam yang telah berjalan belasan tahun itu adalah bukti komitmen Indonesia dalam  transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk meraih net zero emission.  Selain itu,  komitmen memakai  minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel adalah  bagian dari tujuan  Indonesia  pada tahun 2025 mendatang yang menargetkan keamanan energi dengan bauran sebanyak 23 persen.

Ambisis itu sendiri telah disampaikan oleh presiden Joko Widodo saat berbicara di  21st United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2015 di Paris. Saat itu Jokowi menegaskan determinasi Indonesia untuk   mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% melalui business as usual pada 2030. Angka itu bisa mencapai 41 persen jika dunia internasional turut membantu.
 
Di sini letak peran penting industri kelapa sawit dalam mendukung upaya tersebut.  Itu terlihat dari data tahun 2021 dimana penggunanaan B30 dalam negeri telah menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar  24,6 juta ton CO2. "Itu setara dengan  7,8% dari target pencapaian energi terbarukan di 2030," jelas Menko Airlangga.

Pada tahun 2021 lalu, jumlah biodiesel B30  yang telah diproduksi tercatat sebanyak 9,4 juta kiloliter, jumlah yang setara dengan minyak sebanyak 64,14 juta barel.  Nilai konversi CPO ke B20  menghasilkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun dalam menjaga cadangan devisa yang sebesar US$2,64 miliar.

Dari gambaran sepintas itu, mandatory biodisel Indonesia tersebut cukup berpengaruh kepada ekonomi secara keseluruhan.
Mulai dari ketersediaan guna memenuhi permintaan dalam negeri, stabilitas harga TBS Sawit, lapangan kerja, ekonomi hijau, maupun kenaikan pendapatan petani kecil. Semua itu berujung kepada keinginan untuk turut berkontribusi dalam target Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals atau SDG nya PBB pada tahun 2030.

Indonesia sendiri tidak berpuas diri hanya sampai pada Biodiesel 30 persen (B30) tersebut. Yang diinginkan lebih dari itu, yakni green fuel bisa menjadi pengganti minyak diesel, Green Gasoline mengganti gasoline serta bioavtur untuk pengganti avtur. Untuk itu, bersama sejumlah negara  penghasil sawit utama dunia lainnya Indonesia ingin menguatkan strategi dalam bentuk kerjasama guna menguatkan mandat minyak nabati ini sebagai bagian penting pembangunan berkelanjutan. Bentuk penguatan itu antara lain  dengan mendorong Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC) supaya terus berkolaborasi dengan industri dan asosiasi, agar terus bekerjasama dalam memberi prioritas kepada mandat biodiesel ke depannya karena ini berkelanjutan, bersih, dan terbarukan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun