Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi dan Nilai Sebuah Partisipasi

11 Oktober 2018   19:03 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:09 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ok, katakanlah kita optimis. Upaya melibatkan masyarakat dalam memberantas korupsi adalah sesuatu yang sangat strategis. Walaupun dilain sisi, saya tidak sepakat bila harus dibayar. Pertimbangannya adalah selain akan membebani kas negara, hal ini tidak sejalan dengan konsep partisipasi. Seharusnya masyarakat diajak berpartisipasi secara sukarela dalam konteks ini. 

Bagi saya ini bukan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi membangun sebuah bangunan yang bermanfaat bagi mereka. Poin-poin yang mengatur tentang bonus, menurut saya harus dihapus dari peraturan ini. 

Begini, kita pakai hitungan matematika sederhana saja; katakanlah 100 orang melaporkan kasus suap dan setelah dikaji semuanya memenuhi syarat, maka negara harus mengeluarkan uang ekstra sebanyak (100 x 10.000.000 = Rp. 1.000.000.000). Total jumlah ini akan dikeluarkan negara di luar biaya lain, belum termasuk uang negara yang sudah dicuri koruptor yang dilaporkan. Beban ekonominya justru akan lebih tinggi.

Kalau kita boleh belajar ke negara tetangga seperti Jepang, setiap orang, apalagi pejabat negara yang ketahuan korupsi akan dengan gentle mengundurkan diri, mengganti kerugian bahkan bunuh diri. Artinya disini ada unsur kerelaan. Dalam konteks upaya pencegahan korupsi dengan melibatkan partisipasi masyarakat, harusnya unsur kerelaan ini ada di dalamnya dan sekali lagi tidak boleh dibayar. 

Kalau dibayar, maka sama juga dengan karekter para koruptor kita. Sudah jelas-jelas korupsi saja masih ngeyel. Masih membela diri sana-sini, walau benar mereka punya hak membela diri. Tapi bagi saya ini sudah tidak tahu malu. Nah, maksud saya disini adalah, kalau mau membantu negara keluar dari penyakit kronis ini, kita yang waras ya jangan jadi tidak waras. Mengharapkan imbalan dari negara juga bisa dikategorikan kita tidak waras. Hemat saya, jadilah sukarelawan untuk kemajuan bangsa dan negara dengan tampa pamrih. Setuju? Semoga!!!

Canberra, 11 Oktober 2018.

Welhelmus Poek

Candidate Master of International Development

University of Canberra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun