Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merengkuh Kehidupan dengan Hikmat

1 Desember 2022   02:43 Diperbarui: 1 Desember 2022   02:46 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manusia | sumber: cakengifts.in

MERENGKUH KEHIDUPAN DENGAN HIKMAT

Oleh Weinata Sairin

"Remember, no human condition is ever permanent.
Then you will not be overjoyed in good fortune nor
too scornful in misfortune."
(Socrates)

Manusia hidup dalam ruang dan waktu. Ia mengukir karya terbaik, ia melakukan sesuatu. Ia hidup dalam sebuah konteks sejarah tertentu. Ia menghidupi sejarah, ia menenun dan merajut sejarah, menciptakan sejarah, dan bahkan mengendalikan sejarah.

Manusia menikmati hari-hari kehidupannya dengan sukacita dan pengharapan. Hidup ini tidak pernah berjalan konstan, ada saatnya kita berada pada level "puncak" pada saat yang lain kita bisa juga pada posisi "di bawah". Ritme kehidupan seperti ini mesti kita pahami sebagai bagian sah dari sebuah perjalanan hidup. Yang mesti dikembangkan dalam merespons ritme kehidupan seperti itu adalah sikap dewasa, kebesaran jiwa, sehingga realitas itu tidak berdampak negatif bagi kehidupan pribadi.

Dunia yang kita hidupi memang sebuah dunia yang selalu bergerak, tidak permanen dan konstan. Pribadi yang kaya wisdom, ada kebesaran jiwa, Renungan Sepanjang Jalan Kehidupan humble, tidak mempertahankan jabatan, dan mau turun ke bawah adalah hal yang penting dimiliki untuk menjawab perubahan yang selalu terjadi dalam kehidupan. Kebesaran jiwa, sikap mau "merendah" atau "mengosongkan diri" (Yun. kenosis) sangat perlu dikedepankan.

Ada kisah tentang Albert Schweitzer yang cukup menarik untuk menjadi bahan rujukan tentang kebesaran jiwa. Ketika Albert mengunjungi Amerika tahun 1949 seorang mantan muridnya di Sekolah Minggu Strasbourgh menjumpai dia di Stasiun KA Cleveland. Sang mantan murid malah mengajak Albert ke restoran untuk menikmati sarapan. Sebuah kue yang dibuat secara khusus dihidangkan untuk sarapan mereka berdua. Meja juga ditata dengan rapi sehingga terlihat seperti sebuah pesta. Pada saat kue akan dipotong, Albert mengambil sebuah pisau. Ia berdiri dan berhenti sejenak untuk menghitung jumlah orang yang hadir di sana.

Ternyata yang hadir disana ada 9 orang. Namun, Albert mengiris kue itu menjadi 10 potong. "Aku akan memberikan satu potong kue ini untuk gadis muda yang tadi dengan ramah sudah melayani kita," katanya. Ia membawa potongan kue kesepuluh yang ia berikan kemudian kepada murid Sekolah Minggunya itu.

Kebesaran jiwa Albert yang menjadikan dia bersikap seperti itu. Ia sadar bahwa kehidupan akan selalu berubah. Satu saat ia menjadi murid, pada saat yang lain ia bisa tumbuh menjadi seorang yang amat populer, sebagai pemimpin dunia. Menghadapi perubahan itu seseorang harus siap merendah, menjadi sama dengan yang lain, melayani satu sama lain. Albert, seorang yang punya nama besar, mau melakukan itu bagi seseorang yang dulu menjadi murid Sekolah Minggunya. Kebesaran jiwa berdekatan dengan sikap rendah hati, humble. Rendah hati selalu berbicara tentang orang lain, rendah hati tidak menjadikan diri sendiri sebagai fokus, tetapi mengangkat dan memberi ruang bagi orang lain.

Tahun 1784, Thomas Jefferson diangkat sebagai seorang Dubes untuk Prancis menggantikan Benjamin Franklin yang sudah demikian lama mengabdi dan mendedikasikan dirinya bagi tugas duta besar. Jefferson suatu saat diperkenalkan kepada Perdana Menteri Prancis dan ia bertanya kepada Thomas: "Benarkah Anda yang menggantikan Benjamin Franklin?"

"Ya, benar, aku menempati tempatnya, tetapi tidak seorang pun yang akan mampu menggantikannya," jawab Thomas.
Ajaran setiap agama telah memberikan panduan bagi para penganutnya agar tetap tegar dan beriman teguh dalam berhadapan dengan realitas perubahan. Perubahan bisa terjadi, jabatan bisa berubah, dari yang "di atas" menjadi "di bawah". Namun, iman itu konstan dan permanen, tak bisa kerdil dan/atau redup, apalagi beralih. Socrates memberikan penegasan yang amat cerdas dan bernas bagi kita yang menghidupi angin perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun