Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbahasa dengan Perasaan dan Secara Elegan

26 April 2021   08:23 Diperbarui: 26 April 2021   08:28 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: freepik via urbanasia.com

BERBAHASA SECARA ELEGAN DAN DENGAN PERASAAN

1. Manusia adalah makhluk mulia. Ia diciptakan secara spesifik dan istimewa. Jika dalam mencipta benda-benda, Allah berfiman jadilah ini,jadilah itu maka tatkala memjadikan manusia, Allah menjadikannya dengan prosedur : Ia mengambil debu tanah,menghembuskan nafas kedalam hidungnya, maka jadilah manusia yang hidup.(Kej.2:). Manusia dijadikan menurut gambarNya( Kej 1:27) bahkan pemazmur menyatakan manusia itu dijadikan "hampir sama seperti Allah.."( Mzm 8:6)

Manusia adalah mahkota dari segala ciptaan, sebab itu manusia diperlengkapi dengan akal budi, ilmu pengetahuan, didalamnya termasuk kemampuan berbahasa.

2. Bahasa adalah ekspresi diri manusia. Melalui bahasa, etika, sopan santun, sosok seseorang bisa dinilai. Itulah sebabnya sejak kecil orang tua kita dengan telaten mengajari kita berbahasa termasuk didalamnya etika/sopan santun. 

Misalnya kepada orang yang lebih tua kita dilarang memanggil namanya tetapi menggunakan kata panggilan Kakak,Bung, Bapak dsb. Atau jika kita diberi sesuatu oleh seseorang maka kita harus mengucapkan 'terimakasih'.

Banyak sekali yang orangtua kita ajarkn seputar berbahasa yang berkaitan erat dengan sopan santun.

Dalam tradisi budaya tertentu kita tahu ada perbedaan penggunaan kata bagi orang yang lebih tua, dengan yang digunakan kepada orang yang sebaya dengan kita.

3. Bahasa selain wujud dari ekspresi berfikir yang logis, bahasa juga ungkapan perasaan. Itulah sebabnya "rasa bahasa" menjadi aspek penting saat kita menggunakan bahasa.
Misalnya ada warga Gereja yang meninggal atau orang yang kita kenal meninggal, maka kita gunakan istilah "jenazah", bukan "mayat" atau "jasad". Ini soal rasa bahasa yng erat kaitannya dengan kebudayaan,dengan penghormatan kepada keluarga dari orang yamg meninggal. Contoh lain bisa diangkat. Itu bukan eufemisme, penghalusan bahasa. Eufemisme acapkali mengaburkan arti. Misalnya "harga dinaikkan" menjadi "harga yang disesuaikan".

4. Di zaman medsos sekarang kesantunan berbahasa acap kali di tinggalkan. Seseorang, termasuk warga Gereja, di medsos dengan mudah mengucapkn kata-kata "congor",  "mampus","goblog" jika ia taksuka terhadap seseorang.

Lembaga keagamaan sudah waktunya memberi perhatian yang lebih sungguh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan elegan dalam kehidupan praktis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun