Mohon tunggu...
Wardjito Soeharso
Wardjito Soeharso Mohon Tunggu... -

saya hanyalah manusia biasa yang selalu ingin tampil luar biasa karena terinspirasi oleh orang2 luar biasa, seperti anda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puisi: Medium Komunikasi dalam Pembelajaran

7 Februari 2015   15:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:39 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14232742421252525321

Bagiku, puisi itu ekspresi. Ekspresi gagasan, ekspresi perasaan, dan bisa juga ekspresi keduanya. Maka, aku menulis puisi bisa karena punya gagasan, ada yang aku rasakan. Puisi menjadi semacam hasil pergumulan pikiran dan perasaan, setelah lima indera menangkap rangsangan dari dunia luar.

Bagiku, puisi itu lahir telanjang. Pikiran dan perasaan yang terungkapkan apa adanya, tanpa bungkus. Tidak ada jarak antara yang terpikir dan terasa dengan yang tertulis dan terbaca. Puisi tampil seperti bayi tanpa dosa. Kalau memang bahagia, tertawalah dia. Kalau memang tersakiti, menangislah dia. Kalau memang terlecehkan, marahlah dia. Jadi, puisi itu senantiasa jujur tampil apa adanya.

Bagiku, puisi itu multiguna. Puisi adalah bentuk wadah pikiran dan perasaan. Dia bisa dimanfaatkan sebagai apa saja, sesuai kehendak pemakainya. Ibarat pisau, dia bisa dipakai mengiris sayur dan daging untuk dimasak menjadi menu yang lezat. Namun, di waktu lain, dia bisa juga dipakai menusuk jantung bahkan memutilasi untuk membunuh dalam puncak emosi yang paling kejam. Maka, memanfaatkan puisi untuk tujuan-tujuan tertentu, bisa saja dilakukan.

Dan argumentasi itu yang kupakai ketika aku diminta menulis karya tulis ilmiah untuk seminar di kantorku, Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah. Aku mengangkat masalah puisi sebagai medium pembelajaran. Ternyata, makalahku mendapat sambutan hangat dalam seminar. Bahkan, Deputi Diklat Aparatur dari Lembaga Administrasi Negara, memberikan apresiasi khusus.Sekali lagi, semua itu membuktikan bila puisi ternyata cukup menarik dan para widyaiswara tidak perlu ragu untuk memanfaatkannya dalam proses pembelajaran.

Ketika mengajar di kelas, misalnya, aku sering memanfaatkan puisi sebagai “ice-breaking” – pemecah kebekuan. Peserta diklat (kalau di diklat) atau mahasiswa (di kampus), aku minta membaca puisi di depan kelas. Puisi-puisi yang dibaca bisa saja yang bertemakan sesuai materi pembelajaran, tetapi bisa juga puisi bebas lainnya. Dari sana, aku memperoleh pengalaman, ternyata puisi cukup menarik perhatian peserta diklat dan mahasiswa. Setelah selesai pembelajaran, banyak di antara mereka yang kemudian meminta puisi-puisi yang sudah dibaca untuk koleksi atau dipakai selingan pembelajaran di tempat lain. Semua itu memberikan keyakinan kepadaku bahwa gagasan atau pesan yang terkandung dalam puisi lebih mudah melekat dalam memori seseorang ketika ia membacanya dengan penuh penjiwaan.

Memang, seperti diungkapkan oleh Kangmas Heru Mugiarso, sarjana ahli pendidikan dan konseling dari Universitas Negeri Semarang, dengan karakteristiknya yang unik, puisi tetap memiliki berbagai keterbatasan ketika dimanfaatkan sebagai medium pembelajaran. Menurutnya, untuk mampu membaca dan menikimati puisi, seseorang perlu memiliki rasa atau talenta puitik di dalam dirinya. Sementara, tidak semua orang memiliki rasa atau talenta puitik itu. Jadi, efektifitas puisi sebagai medium pembelajaran masih memerlukan kondisi tertentu dalam prosesnya.

Tidak apa-apa. Bagiku, yang diungkapkan Kangmas Heru Mugiarso adalah sesuatu yang wajar. Apalagi puisi, sebagai medium yang boleh dikata unik, media pembelajaran lain yang sudah terstandarisasi dalam dunia pendidikan pun, tetap saja memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya. Yang penting, puisi sebagai bagian dalam proses pembelaaran adalah sebuah keniscayaan. Bukan sesuatu yang mengada-ada.

Lalu, aku berpikir. Alangkah baiknya bila makalahku itu kulengkapi dengan puisi-puisiku, kususun dalam sebuah buku. Jadilah buku ini, buku yang tampil beda. Buku ini boleh disebut setengahnya karya ilmiah dan setengahnya karya estetik. Di dalamnya ada makalah yang kutulis mengikuti kaidah-kaidah penulisan karya tulis ilmiah. Sedang di bagian belakang disertakan kumpulan puisi dengan berbagai tema untuk mendukung substansi diskusi dalam makalah.

Bagiku, puisi itu ekspresi. Dengan puisi aku mengekspresikan apa yang aku pikirkan dan rasakan. Begitulah cara aku berbagi. Berbagi dengan siapa saja, yang mau membaca dan menikmati. Bagaimana dengan anda?

Yang minat hubungi email: weesenha@gmail.com atau inbox akun facebook: wardjito soeharso

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun