Ada mitos tentang phoenix, burung legendaris yang diklaim abadi. Phoenix terbakar ketika tiba waktunya untuk mati dan terlahir kembali dari abunya. Indonesia juga memiliki burung mitos: Garuda.Â
Berbeda dengan phoenix, Garuda mitos lebih dari sekedar abadi. Ia memiliki kekuatan legendaris, mengalahkan Indra, raja para dewa, dalam pencariannya untuk amerta , ramuan keabadian, dan mengecoh putra Kadru, yang memperbudak ibunya.
Kekalahan Garuda Indonesia baru-baru ini dalam arbitrase internasional terhadap dua lessor telah memberikan pukulan telak bagi maskapai penerbangan tersebut karena berjuang untuk tetap tinggi di tengah utang yang menggunung. Perusahaan publik hanya memiliki beberapa pilihan yang tidak menarik, dan kebangkrutan atau likuidasi tidak dapat lagi dikesampingkan.
Kesengsaraan keuangan maskapai kemungkinan akan tumbuh karena telah diperintahkan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional London untuk membayar semua biaya sewa, ditambah bunga dan biaya pengadilan kepada lessor Helice SAS dan Atterrissage SAS.
Diketahui, maskapai milik negara Garuda Indonesia melaporkan kerugian sebesar US$712,73 juta pada semester pertama tahun 2020. Per 30 Juni 2020, maskapai penerbangan tersebut membukukan total pendapatan sebesar US$917,28 juta, turun 58,18 persen tahun-ke-tahun dari US$2,19 miliar.Â
Per 31 Desember 2020, ekuitas Garuda mencapai $1,9 miliar --- total aset $7,5 miliar dan kewajiban $9,57 miliar. Lebih buruk lagi, sepanjang tahun lalu, Garuda hanya menghasilkan $ 1,01 miliar, kurang dari sepertiga dari tahun 2019 sebesar $ 3,3 miliar.
Masalah Garuda tidak unik; maskapai penerbangan di seluruh dunia menghadapi kebangkrutan. Maskapai asal Italia bernama Alitalia telah tutup 15 Oktober 2021, setelah 74 tahun terbang.
Di mana ini berakhir, dan seberapa jauh pemerintah harus pergi untuk menyelamatkan maskapai nasional?
Garuda lebih dari sekedar maskapai penerbangan. Ini adalah entitas pembangunan yang kritis, yang harus berlabuh pada tata kelola yang baik, keunggulan operasional dan penggunaan dana publik secara hati-hati.Â
Perjalanan udara merangsang pertumbuhan karena pelancong menghabiskan uang dengan penyedia layanan pariwisata, seperti hotel, restoran, dan perusahaan transportasi darat, sehingga menghasilkan bisnis di seluruh rantai pasokan mereka yang beragam.
Krisis pandemi menjadi salah satu faktor utama pelemahan keuangan Garuda, yang juga dialami industri penerbangan dunia. Perjalanan udara memang menjadi salah satu industri yang paling terpukul oleh pembatasan perjalanan yang diberlakukan pemerintah.Â