Mohon tunggu...
Wisnu Darjono
Wisnu Darjono Mohon Tunggu... -

Common people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Musibah Bintaro Pesanggrahan Jakarta Selatan

10 Desember 2013   09:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Musibah yang mestinya tak boleh terjadi, terulang kembali, tatkala sebuah kereta commuter bertabrakan dengan kendaraan yang menerobos lintasan kereta api, yang kali ini melibatkan truck tangki pembawa bahan bakar premium 24 ribu liter, milik Pertamina.
Saya tak akan membahas beritanya, karena berita telah dibahas di berbagai media masa, baik televisi, radio, maupun koran serta media on line lainnya.
Mereka telah banyak bercerita dengan lengkap, detail berikut gambar ilustrasi serta photo-photo kejadian.
Masalahnya, kejadian serupa ini telah sering terjadi, melibatkan mobil, atau kendaraan bermotor roda dua yang coba-coba menerobos palang pintu KA, dan terjadi tabrakan yang tak terhindarkan.
Mengapa kasus serupa selalu terjadi dan terjadi lagi?
Apa sebenarnya yang mendorong orang tidak mematuhi tanda dan penghalang KA serta menerobos untuk melintas?
Bagaimana cara untuk memitigasi agar kejadian serupa tak terjadi lagi di kemudian hari?
Dari ketiga pertanyaan tersebut di atas, beberapa jawaban dapat diberikan sebagai berikut:
Pertama, kasus serupa ini terulang lagi dan kembali terulang, karena setiap usai kejadian, tidak ada langkah-langkah nyata yang diambil oleh PT KAI, Pemerintah dan maupun masyarakat untuk mencari cara agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Investigasi yang bersifat menyeluruh mestinya dilakukan, agar dapat ditemukan berbagai "hasil temuan investigasi" yang menunjukkan apa saja faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian itu.
Penelitian, investigasi harus pula menghasilkan rekomendasi yang harus dilakukan oleh Masyarakat, Pemerintah, dan juga PT KAI.
Jika rekomendasi yang disampaikan tidak pernah ditindak lanjuti sampai tuntas oleh mereka yang harus menindak lanjutinya, jangan pernah berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Kedua, mengapa tidak patuh signal dan marka?
Tampaknya semua ini karena rendahnya pemahaman atas "Safety Culture" atau budaya mengutamakan keselamatan, yang ada di masyarakat.
Banyak orang abai terhadap keselamatan dirinya!
Orang-orang yang abai terhadap keselamatan dirinya, adalah orang yang tidak menyadari bahwa pada dirinya terdapat berbagai tanggung jawab atas orang lain. Paling tidak, mereka tidak menyadari, bahwa pada dirinya terikat tanggung jawab ekonomi terhadap orang lain.
Mereka tidak menyadari, bahwa celakanya dia, akan menimbulkan dampak-dampak kesulitan dan masalah bagi orang lain, karena orang lain harus ikut celaka, orang lain harus menanggung masalah atas keteledorannya, keluarganya harus menanggung beban biaya, keluarga harus korban tenaga dan lain-lain ketika yang bersangkutan celaka, dst.
Adalah pendidikan, sekolah-sekolah yang harus mampu menyadarkan masyarakat, bahwa setiap individu mempunyai tanggung jawab sosial atas orang lain. Bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak dapat dilepaskan dari orang lain. Pendidikan dan sekolah-sekolah yang harus mampu menanamkan "safety culture" pada setiap orang, hingga mereka -- masyarakat -- sadar untuk menjaga keselamatan dirinya itu bukan hanya karena dirinya, tetapi juga demi keselamatan orang lain.
Pendidikan formal, pendidikan informal, pendidikan non formal harus mampu menanamkan safety culture disetiap benak anak bangsa, agar setiap orang di negeri ini selalu berpikir mengutamakan keselamatan demi kesejahteraan bersama.
Ketiga, cara untuk memitigasi kasus agar tak terulang lagi di kemudian hari, tentu saja harus menjalankan semua rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil investigasi, dan menindak-lanjutinya sampai tuntas.
Kecelakaan yang terjadi di manapun, selalu saja merupakan akibat dari banyak faktor!
Mengabaikan faktor-faktor tertentu dan mengkambing hitamkan salah satu, bukanlah cara terbaik untuk memitigasi kejadian agar tak terulang lagi di kemudian hari.
Dalam kasus musibah Bintaro pada tanggal 9 Desember 2013 ini, jika kita lihat secara bijak, tampak nyata di depan mata adanya kelemahan yang berkaitan dengan prosedur, perangkat keras (fasilitas, sarana prasarana) dan kualitas SDM baik dari sisi PT KAI, Pertamina maupun Pemerintah.
Harapan saya, polisi tidak bertindak serampangan, terlalu cepat ambil kesimpulan yang berdampak mengabaikan berbagai faktor yang berkontribusi pada terjadinya kecelakaan ini!
Langkah ini sangat diperlukan, guna mewujudkan kondisi masyarakat yang lebih yang tidak selalu mengalami kesalahan serupa untuk yang kesekian kali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun