Sejarah musik sebagai pengiring suasana kafe berkembang seiring transformasi fungsi kafe itu sendiri --- dari sekadar tempat minum kopi menjadi ruang spiritual, sosial, artistik, dan budaya. Musik memberi nuansa emosional dan identitas pada sebuah kafe, baik dari zaman klasik hingga era digital saat ini.
Pertama, Era Qahveh Khaneh (Rumah Kopi Islam, Abad ke-15--16). Di Timur Tengah dan Kekaisaran Ottoman, rumah kopi bukan hanya tempat minum kopi, tapi ruang seni dan budaya serta spiritual. Â Penyair, pendongeng (hakawati), dan musisi tradisional memainkan alat musik seperti oud, rebab, atau ney. Juga Ceramah-ceramah, dialog, kajian serta dzikir keagamaan sesekali menjadi pengisi acara favorit. Musik di sini bersifat live, berfungsi untuk menyampaikan cerita atau pujian religius. Musik dalam kafe tradisional adalah bentuk penyampaian sejarah dan nilai-nilai sosial.
Kedua, Era Caf Chantant & Caf-Concert (Prancis, Abad ke-18--19). Di Prancis, muncul jenis kafe baru: caf-concert atau caf-chantant, di mana pengunjung menikmati kopi sambil menyaksikan pertunjukan musik dan vokal. Musik yang dimainkan biasanya ringan, romantis, atau humoris, seperti chanson Prancis. Tempat ini menjadi wadah awal lahirnya budaya pop urban di Eropa.
Ketiga, Jazz dan Musik Live di Kafe Eropa dan Amerika (Abad ke-20). Di Amerika dan Eropa, mulai 1920-an, banyak kafe menyuguhkan musik jazz, blues, dan swing. Musik menjadi ciri khas suasana kafe, terutama di kota-kota seperti New Orleans, Paris, dan New York. Kafe menjadi tempat seniman jalanan, penyair beatnik, dan musisi independen. Kafe dan jazz adalah pasangan budaya yang sulit dipisahkan.
Keempat, Musik Rekaman & Radio (1950--1970-an). Mulai era 1950-an, banyak kafe mulai memakai radio dan pemutar rekaman (gramofon, kaset) untuk menciptakan ambience. Musik instrumental, pop, atau folk sering dipilih agar tidak mengganggu percakapan. Suasana kafe berubah menjadi lebih privat dan reflektif.
Kelima, Era Digital & Spotify (2000-an -- sekarang). Musik di kafe kini umumnya diputar dari playlist digital, seperti dari Spotify, YouTube, atau sistem audio otomatis. Jenis musik disesuaikan dengan branding kafe: jazz, lo-fi, akustik indie, chillhop, bahkan musik etnik lokal. Banyak kafe modern membuat playlist tematik sendiri, menjadi bagian dari "suasana yang dijual".
Warung Kopi dan Angkringan, kadang merupakan satu kesatuan, seringkali terpisah. Bagi Masyarakat Kecil, tersedia juga warung kopi kaki lima, dengan sajian kopi kemasan diseduh dengan airpanas di termos dengan musik sesuai selera masyarakat setempat. Lebih tepatnya selera yang menunggu warung kopi yang seringkali merefleksikan pelanggannya, ada yang berirama koplo, campursari, dangdut pantura, karawitan, bahkan yang semalaman menyetel wayang / sandiwara radio yang kini beralih ke youtube.
Intinya semua berhak merdeka, bahagia dan ngopi. Dengan Ngopi kita jalin kesatuan dan persatuan bangsa, bergotongroyong musyawarah mufakat guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara gotongroyong berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, setuju?
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI