Bonus Demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan usia non-produktif (usia 65+).
Fakta yang jarang terjadi ini cukup menarik sebenarnya. Ya, bonus demografi bukan saja soal kependudukan, yang menyangkut soal kesehatan, pendidikan, jaminan sosial, lapangan kerja, namun juga menjadi sebuah kue pasar yang lezat bagi penyedian barang dan jasa, terutama untuk produk yang berhubungan dengan kebutuhan pribadi dan gaya hidup (life style), seperti pakaian, gadget, Â kosmetik, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan situs online penyedia "marketplace" di Indonesia, baik lokal dan asing beramai--ramai memperebutkan kue dampak bonus demografi ini. Mayoritas penduduk yang masuk dalam kategori bonus demografi mempunyai penghasilan dan kebutuhan itu. Apalagi sektor perbankan pun sekarang banyak memberikan kemudahan akses pembayaran kepada nasabahnya untuk membayar tanpa tunai. Maka semakin lezatlah kue pasar bonus demografi bagi para pelaku belanja online lokal maupun asing.
Ceruk pasar yang besar. Sektor pakaian dan gadget, di kelompok penduduk ini menjadi incaran pasar bagi perusahaan toko online dari dalam dan luar negeri, seperti halnya Tiongkok, Indonesia adalah pasar yang "seksi" bagi pemasar--pemasar produk via online.
Indonesia memiliki pasar yang  "seksi", sayang belum produsen. "Consumer good" kita melayanai semua kebutuhan dalam negeri, sehingga celah ini diambil oleh Tiongkok  yang sudah siap dengan "stock", teknologi dan pemasar--pemasar handal di dunia maya.  Saat ini memang beberapa situs "marketplace" lokal berusaha meraup peluang ini, baik yang bermodal sendiri atau yang dimodali dari dana ventura luar negeri. Â
Lalu, bagaimana menumbuhkan lebih banyak enterpreneur digital agar pasar kita agar bisa kita kuasai sendiri?
Ada pandangan menarik dari Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo soal ini. Melalui akun twitternya, Hary Tanoe mengungkapkan keinginannya kepada pemerintah agar membuat regulasi yang jelas terhadap online asing, sebab, online asing semakin bergerilya namun pengangguran tetap merajalela. Tak hanya pengangguran, menurut Hary Tanoe, online asing juga mengakibatkan penurunan terhadap devisa dan pajak.
Para pelaku UMKM perlu menyadari dengan perkembangan dunia saat ini yang serba digital. Â Dimana hampir sebagian besar masyarakat Indonesia telah memiliki handphone didukung dengan aplikasi untuk mengakses jaringan internet. Oleh sebab itu, pelaku UMKM juga harus mengembangkan diri mereka di internet. Memasarkan produk kerajinan mereka melalui internet. Hal ini berguna untuk menjangkau pasar yang lebih luas.