Mohon tunggu...
Wasfi Qordowi
Wasfi Qordowi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menelaah Pemanasan Global, bukan Pendinginan Global

8 Februari 2018   21:55 Diperbarui: 8 Februari 2018   21:57 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

               Laporan media pada saat itu menyatakan bahwa pendinginan global tidak akurat dan tidak menggambarkan secara keseluruhan literatur iklim ilmiah. Dengan kata lain literatur tentang pemanasan Bumi diperkirakan disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang lebih cepat dan meluas, bukannya pendinginan. 

               Pendinginan global adalah perkiraan pada tahun 1970-an mengenai pendinginan yang terjadi di permukaan dan atmosfer Bumi yang akan memuncak pada periode glasiasi besar-besaran. Hipotesis ini mendapat sedikit dukungan dari komunitas sains, tetapi pernah menjadi fokus perhatian selama beberapa saat ketika terjadinya penurunan suhu dari tahun 1940-an sampai awal 1970-an.

               Pendapat saintifik terkini tentang perubahan iklim adalah bumi tidak mendingin tetapi mengalami pemanasan di sepanjang abad ke-20. Selama 20 abad ini, kenaikan suhu diperkirakan mencapai 0,3-0,8C. Untuk 100 tahun kedepan, kenaikannya diperkirakan mencapai 4C. Kenaikan suhu ini dapat merubah iklim sehingga menyebabkan perubahan pola cuaca yang dapat menimbulkan peningkatan dan perubahan curah hujan, angin dan badai, serta terjadinya bencana alam yang dapat memakan banyak korban jiwa.

               Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

               Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5--40 Celcius pada akhir abad 21.

               Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.

 Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Menurut laporan Inter Govermental on Climate Change (Panel antar pemerintah tentang perubahan iklim-IPCC) sebelas dari 12 tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat global sejak 1850. Dalam laporan yang dikeluarkan IPCC berjudul "Climate Change Impacts, Adaptation dan Vulnerability" disebutkan bahwa di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu rata-rata antara 0.2-1 derajat Celcius per tahun berdasarkan data IPCC antara tahun 1970-2000.

               Hal ini nyata terasa bukan hanya di kota-kota metropolitan di Indonesia tetapi juga di daerah tempat tinggal kami di Banjarbaru. Berdasarkan data kami di Stasiun Klimatologi Banjarbaru terjadi trend kenaikan suhu rata-rata bulanan mendekati 1 derajat Celcius, data tersebut diambil sejak tahun 1977 hingga 2006. Dampak yang paling dirasakan di daerah Kalimantan Selatan adalah pergeseran awal musim hujan dan kemarau hingga 4-6 dasarian tapi hal ini hanya terjadi di beberapa wilayah tertentu saja tidak terjadi di seluruh Kalimantan Selatan. Hal ini jelas berdampak kepada semakin sulitnya memberi peringatan dini kepada masyarakat terutama akan datangnya bencana alam, gagal panen, munculnya hama penyakit baru, musim hujan dan kemarau dan sebagainya.

Melihat Dampak Perubahan Iklim Global

               Perubahan iklim yang diprakirakan akan menyertai pemanasan global seperti mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut naik, Air laut naik, maka akan menenggelamkan pulau dan menghalangi mengalirnya air sungai ke laut yang menimbulkan banjir di dataran rendah seperti pantai utara Pulau Jawa, dataran rendah Sumatera bagian timur, Kalimantan Selatan dan lain-lain. Hal yang paling mencemaskan adalah berubahnya iklim sehingga berdampak buruk pada pola pertanian di Indonesia yang mengandalkan makanan pokok beras pada pertanian sawah yang bergantung pada musim hujan. Suhu bumi yang panas menyebabkan mengeringnya air permukaan sehingga air menjadi langka. Ini memukul pola pertanian berbasis air, serta meningkatnya resiko kebakaran hutan.

               Terjadinya bencana alam dan kerugian bagi masyarakat akibat pemanasan global seharusnya menjadi pelajaran bagi kita. Silih berganti peristiwa banjir kita alami. Peringatan Allah tentang kerusakan di permukaan bumi, telah tercantum dalam Al Quran pada surat Ar-Rum (30): 41 yang terjemahnya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun