Mohon tunggu...
Warta Barling Mas Cakeb
Warta Barling Mas Cakeb Mohon Tunggu... Editor - Portal Berita Up to date

Berita Aktual Seputar Banyumas,Cilacap,Banjarnegara,Purbalingga dan Kebumen.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sekilas Argowilis

2 April 2020   20:59 Diperbarui: 2 April 2020   21:24 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebang dan Habis

Pada tahun 1997 – 1998 Perum Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Karanggandul, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet Barat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)  Banyumas Timur, Unit I Jawa Tengah, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi kewenangan untuk mengelola Hutan di Bumi Jawa Dwipa, mendapat tugas dari negara untuk melakukan penebangan tanaman Pinus seluas 30 (tiga puluh) hektar di petak 51 h, yang secara administratif masuk dalam wilayah Pemerintahan Desa Sokawera Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, lokasi tebangan itu berada di sebelah utara desa Sokawera dan berbatasan langsung dengan beberapa grumbul yaitu grumbul Baron, Grumbul Kejubug, Grumbul Larangan dan Grumbul Semingkir. Penebangan itu (konon) harus dilakukan. Karena memang sudah saatnya harus dilakukan peremajaan tanaman di petak hutan tersebut. 

Penebangan ini disambut dengan rasa suka oleh sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penebangan. Rasa suka ini memang sangat beralasan. Karena grumbul Kejubug dan grumbul Baron merupakan dua diantara beberapa grumbul di wilayah Desa Sokawera yang masuk kategori grumbul pinggiran. Terutama grumbul Baron yang untuk menuju kesana hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Atau naik sepeda motor bagi pengendara motor yang “profesional”. Dengan adanya penebangan tanaman Pinus, dalam waktu yang tidak terlalu lama, jalan di Grumbul Kejubug yang tadinya berbatu dan Grumbul Baron yang tidak memiliki jalan, berubah menjadi jalan aspal seperti jalan-jalan di kota. “Jen, inyong ora nyangka babar blas, Baron  bisa duwe dalan amba. Apamaning arep nggo liwat mobil. Kaya ngimpi, yong” (“sungguh, saya tidak menyangka sama sekali, (grumbul) Baron memiliki jalan yang luas. Apalagi bisa di lewati mobil. Seperti mimpi saja”) begitu kalimat yang terucap dari  mulut sebagian besar  warga grumbul Baron.

Meskipun, untuk memiliki jalan itu, sebagian dari mereka harus merelakan  beberapa puluh meter pekarangan dan kebun dijadikan jalan. Mereka tetap merasa senang. Apalagi kabarnya tanah-tanah yang dipakai untuk jalan akan mendapatkan ganti rugi yang sepadan dari Perum Perhutani. (Meskipun juga ternyata sampai tahun 2004, ganti rugi itu tak pernah ada). Masyarakat nggak pernah tahu, dana itu nyangkut di mana. Karena kabar dari sumber yang dapat di percaya dana itu sudah dikeluarkan oleh Perum Perhutani.  

Rasa suka warga Grumbul Baron dan warga Grumbul Kejubug menjadi bertambah, manakala kemudian grumbul mereka menjadi ramai. Banyak  anak-anak muda, juga orang tua dengan menggunakan sepeda motor, sering melewati jalan tersebut, untuk sekedar mencoba halusnya aspal baru, juga untuk melihat penebangan Pinus.

Grumbul yang tadinya sepi, tak pernah di lewati kendaraan, kemudian menjadi ramai oleh berbagai macam kendaraan. “Seperti kehidupan di sebuah kota”. Kata warga Baron dengan bangga menambahkan. Apalagi di lokasi Penebangan juga di bangun (semacam) terminal. Tempat untuk parkir truk-truk pengangkut kayu hasil tebangan.

Penebangan Pinus, juga memberikan kesempatan bagi sebagian warga desa yang berbadan kuat dan memiliki tenaga besar, memperoleh penghasilan  dengan menjadi kuli angkut kayu (blandong). Mereka mengangkuti kayu yang sudah di tebang dan dipotong-potong dalam beberapa ukuran. Ada 3 meteran, 2 meteran, 2,5 meteran. Penebangan pinus dilakukan dengan menggunakan gergaji mesin (orang desa menyebutnya Senso). Kayu-kayu itu diangkut dari tempat tempat penebangan sampai ke terminal truk.

(yang menarik dari kerja blandong ini adalah, mereka juga (katanya) oleh petugas yang menangani penebangan, di perbolehkan membawa kayu untuk dimiliki. Setiap blandong dalam seharinya “boleh” membawa satu balok kayu ukuran  kurang lebih 2 meter. Katanya sih, sebagai upah tambahan. Karena upah angkut sangat tidak memadai kerja keras mereka.)

Gundul gundul Pacul

Penebangan Pinus seluas 30 hektar  (kalau tidak keliru mengukur) itu, berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Seluruh hasil penebangan (masyarakat juga nggak pernah tahu, berapa perak uangnya) hanya menjadi milik Perum Perhutani. (waktu itu belum ada sharing kayu, karena belum ada PHBM).  Hasil yang diterima masyarakat adalah kawasan hutan yang tadinya rimbun dengan pepohonan pinus, tampak  hijau royo-royo, menjadi seperti lapangan golf. Gundul…ndul…ndul…ndul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun