Mohon tunggu...
Dhitta Puti Sarasvati
Dhitta Puti Sarasvati Mohon Tunggu... -

Saya seorang yang suka belajar, mengajar, dan ingin belajar membuat tulisan sastra anak.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kasus Program "Sail Komodo 2013": Ketika Program Wisata Tak Mempertimbangkan Daya Dukung Alam

13 September 2013   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:57 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketika Gunung Fuji akan memperoleh Penghargaan World Heritage oleh UNESCO, terjadi perdebatan di Jepang. Apakah penghargaan tersebut akan diterima atau tidak. Penghargaan World Heritage memang bergengsi tapi bukan berarti tanpa konsekuensi. Menerima penghargaan tersebut berarti akan terjadi ledakan turis yang mendaki Gunung Fuji. Tanpa penghargaan itu saja, setiap tahun 300.000 orang mendaki Gunung Fuji. Kalau lebih banyak orang yang datang ke sana, akan terjadi erosi. Selain itu ada berbagai isu lainnya, misalnya terkait polusi udara karena meningkatnya kendaaraan di sekitar gunung Fuji, jumlah sampah yang membludak dan perlu dikelola. Selain masalah lingkungan, isu lain yang  jadi pembahasan terkait dengan perubahan gaya hidup. Akan semakin banyak pertokoan dan tempat penginapan. Budaya masyarakat akan berubah total. Tak jauh dari Gunung Fuji ada Danau Yamanaka. Dekat danau tersebut ada tempat di mana penduduk Jepang sering berdoa dengan tenang tapi kini daerah tersebut sudah dijadikan daerah turis. Danau tersebut dipenuhi oleh speed boat dan berbagai permainan air lainnya. Suasananya tidak setenang dulu lagi. Kalau Gunung Fuji dijadikan World Heritage, Danau Yamanaka juga akan semakin ramai. Untuk informasi lebih lanjut, berita tentang kekhawatiran ketika  Gunung Fuji akan memperoleh penghargaan World Heritage dari UNESCO bisa dilihat di :  http://www.fresnobee.com/2013/09/11/3491413/ap-photos-mt-fujis-heritage-status.html dan http://cgi4.nhk.or.jp/eco-channel/en/movie/play.cgi?movie=e_closeup_20130627_0374 Meskipun, akhirnya Gunung Fuji memang dijadikan World Heritage oleh UNESCO, yang menarik adalah perdebatan yang terjadi. Penghargaan itu tidak langsung diterima karena 'keren' dan 'akan meningkatkan turisme'. Bagaimana mengkonservasi alam di Gunung Fuji dan sekitarnya menjadi perhatian utama. Untuk memastikan bahwa kondisi Gunung Fuji tidak akan terlalu rusak,  pemerintah Jepang melakukan perencanaan selama 3 tahun, jauh sebelum memperoleh penghargaan. Tujuannya adalah agar jumlah pendatang ke Gunung Fuji bisa dibatasi. Keseimbangan alam  menjadi pertimbangan utama, begitu juga dengan kebutuhan penduduk lokal. Apa yang 'terlihat baik' seperti sebuah penghargaan, tidak selalu berefek baik untuk alam maupun warga sekitar. Belum lama pemerintah mencanangkan sebuah Program bernama "Sail Komodo 2013". Tujuannya untuk meningkatkan turisme di Pulau Komodo. Tentu saja, ini akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi tertentu terkait lingkungan dan kondisi masyarakat. Misalnya perebutan sumber daya seperti air. Air merupakan kebutuhan dasar semua manusia. Ketika suatu daerah akan dijadikan daerah wisata, kebutuhan akan air meningkat. Bukan hanya untuk warga, tetapi juga untuk para turis, termasuk diantaranya untuk kebutuhan berbagai hotel dan penginapan baru yang akan dibangung. Apakah daya dukung alam di daerah tersebut memang mencukupi tersedianya air bersih untuk memenuhi kebutuhan tersebut? Kalau tidak, tentu akan terjadi perebutan air oleh warga dan pihak lainnya. Dan ternyata kasus sejenis  itu memang terjadi dalam program Sail Komodo. Menurut Koran Tempo (13/09/2013) Ribuan warga di lereng Gunung Rokatenda, Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, mulai mengalami krisis air bersih sepekan terakhir ini (Koran Tempo, 13/09/2013) . Biasanya ada kapal yang mengangkut air bersih ke Pulau Palue, tapi untuk kepentingan program "Sail Komodo" kapal beralih ke Labuan Bajo, tempat akan diselenggarakan puncak acara "Sail Komodo" yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden SBY besok. Acara itu mungkin dianggap 'lebih penting' daripada warga di Pulau Palue. Warga memang memanfaatkan air hujan tetapi persediaan air sudah menipis. Kapal pengangkut air bersih itu baru akan kembali menyediakan air bersih bagi warga setelah selesainya acara Sail Komodo. Tampaknya memang 'niat baik' untuk meningkatkan turisme di suatu wilayah tidak selalu berefek baik. Apalagi  bila ada aspek-aspek penting yang diabaikan seperti daya dukung alam dan penghargaan kepada warga sebagai manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun