Kini, hari demi hari dijalani Mbah Setiono dengan berkeliling bersama gerobak bakso. Itu dijalaninya demi terus menghidupi keluarganya, termasuk dua cucu yang tinggal bersamanya.Â
Gerobak yang dipakainya berjualan sekarang ia sewa dari seseorang dengan ongkos sewa per hari Rp 5000. Mbah Setiono membayarnya sekaligus seminggu sekali.
Biasanya Mbah Setiono berjualan mulai pukul 09.00. Berangkat dari rumahnya di Cinderejo, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, ia menuju kawasan sekitar Stasiun Solobalapan, Paragon Mall, Pura Mangkunegaran dan seterusnya berkeliling lebih jauh. Seringkali baksonya baru habis pada malam hari sehingga ia baru kembali ke rumah saat langit sudah gelap.
Minggu pagi yang sebenarnya bisa digunakan untuk beristirahat, Mbah Setiono tetap meninggalkan rumahnya. Ia berjualan di Car Free Day Jalan Slamet Riyadi.
Untuk itu ia harus bangun lebih awal. Pukul 03.00 ia menyiapkan keperluan dan semua bahan. Setelah salat Subuh barulah ia beranjak menuju CFD. Selanjutnya di depan Solo Bistro gerobak biru itu menunggu pembeli.
Demi mempersilakan keduanya mudah mendapat tempat duduk, saya menyudahi pertemuan dengan Mbah Setiono. Semangkok bakso pun sudah habis saya santap sejak beberapa menit sebelumnya.Â
Saya menanyakan harga hendak membayar. Mbah Setiono menjawab: "Gangsal ewu".Â
Sambil membuka dompet, benak saya berkata, pastilah uang dari pembeli pertamanya setiap hari tidak menjadi milik Mbah Setiono. Hasil dari semangkuk bakso pertamanya yang terjual disimpannya baik-baik agar ia tetap bisa mendorong gerobak biru itu esok hari.