Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Romantisme Terhangat di Ruang Keluarga

15 Maret 2018   17:52 Diperbarui: 15 Maret 2018   17:57 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat-saat berkumpul bersama keluarga (dok. pri).

Saya meyakini bahwa berkumpul bersama keluarga adalah gambaran paling romantis dan hangat dari kehidupan. Entah diakui luas, entah tidak. Tapi seseorang pasti akan merasakan kehampaan dan kesedihan jika dalam hidupnya jauh atau tidak pernah terperceki kehangatan keluarga.

Di keluarga kami yang berisikan saya, ibu, bapak, seorang adik dan kakak yang keduanya perempuan, hal-hal romantis dan hangat banyak terbangun dari keluwesan dan spontanitas. Sejak dulu kami bukan keluarga yang menetapkan jam tertentu di mana semua anggota harus duduk mengelilingi meja makan. Tidak pernah ada ketetapan kapan kami semua perlu terlihat di ruang keluarga untuk mendengarkan ibu dan bapak bicara. 

Tapi justru karena keluwesan seperti inilah kami bersepakat bahwa rumah dan keluarga adalah hal terbaik yang paling berharga. Saat kondisi keluarga berkembang, anak-anak di dalamnya semakin beranjak dewasa, lalu saya dan adik merantau, mba berkeluarga dan memiliki rumah sendiri, berkumpul bersama menjadi hal yang paling membuat kami antusias. Teknologi seperti video call mungkin sedikit membantu interaksi, tapi itu tak pernah cukup dan tidak sama nilainya dengan romantisme pertemuan keluarga.

Oleh karena itu, saat ada waktu atau liburan kami semua akan menggelinding pulang ke rumah bapak dan ibu, tempat di mana foto-foto wajah kami saat kecil terpasang di dinding dekat kamar depan. Tempat di mana saya bisa senang duduk di teras sambil melihat cuplikan masa lalu di mana di sana pernah ada pohon jambu, mangga, dan rambutan, tapi sekarang sudah berganti pohon palem dan soka serta pagar tembok yang mengelilingi sisi depan rumah.

Kemudian saat sudah berkumpul kami banyak berinteraksi di dalam rumah saja. Di  ruang keluarga  kami melakukan apa saja sesuai karakter dan kesukaan kami masing-masing. Saya biasanya merebahkan diri di kursi, mengganjal kepala dengan bantal sambil membaca buku. Ada cukup banyak buku yang diletakkan di ruang keluarga rumah kami dan sebagian besar adalah koleksi  saya.

Adik dan mba selalu antusias berbincang masalah wanita, biasanya tentang model kerudung terbaru atau membicarakan kemungkinan-kemungkinan pergi liburan bersama. Bapak membaca koran sebentar lalu berlanjut memainkan keyboard sambil bersenandung. Sementara Ibu sibuk melayani dua anak kecil cucu di keluarga kami yang selalu punya cara untuk mencari perhatian dari sana-sini. Semua aktivitas itu berlangsung di satu ruangan yang sama.

Meski asyik dengan kesukaan masing-masing, tapi kami tak saling abai. Instuisi kami sebagai keluarga tetap berjalan dan memunculkan interaksi-interaksi yang hangat. Saya yang dalam kenikmatan membaca buku susah untuk tidak menikmati lagu-lagu yang terdengar dari denting keyboard yang dimainkan bapak. Kami sama-sama suka musik. 

Ketika sedang membuka halaman demi halaman buku, saya juga sering bergeser mendekat ke arah ibu untuk ikut dalam keseruan bersama dua keponakan. Sementara Ibu, saat sibuk dengan dua cucunya masih bisa menjadi komentator terbaik untuk setiap obrolan mba dan adik. "Jangan jalan-jalan terus, nabung buat yang lain". Komentar seperti itu akan keluar begitu mendengar mba dan adik saya mulai menyusun rencana jalan-jalan. Komentar itu akan bersambung dengan jawaban-jawaban dari mba dan adik yang berusaha "membela diri" dengan tambahan canda. Satu candaan lalu memancing respon-respon lain berikutnya. Maka semakin menghangatlah ruang keluarga kami.

Berkumpul di ruang keluarga seperti inilah yang mampu memberikan suasana nyaman dan kehangatan keluarga bagi kami. Setiap anggota keluarga bisa menjadi diri sendiri dan melakukan kesukaan masing-masing, tapi terikat pada intuisi keluarga yang kuat. Semakin lengkap kami berkumpul, semakin semarak dan hangat. 

Dari kebersamaan di ruang keluarga ini pula sering muncul spontanitas-spontanitas lain. Saat  lapar, satu ajakan makan akan segera direspon dengan antusias. "Ibu maunya makan apa?","kamu mau di mana?", "cari yang anget-anget saja!". Begitulah cara kami menghidupkan kehangatan dan menghidupkan romantisme dalam urusan menentukan makan bersama. 

Jika sepakat makan di luar, kami memilih tempat makan yang sesuai dengan keluwesan kami. Tempat makan bergaya lesehan, nuansa alami, dan menu beragam karena selera lidah kami tidak seragam. Di sana kami pun melanjutkan waktu kebersamaan sehingga jarang mengakhiri makan bersama jika belum satu atau dua jam lamanya. Sampai-sampai jika menu sudah habis disantap, salah satu di antara kami akan minta dipesankan menu lagi sekadar agar suasana kebersamaan tidak mendadak sirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun