Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Agama: Pembina Rohani Penuh Dedikasi

26 November 2020   13:09 Diperbarui: 26 November 2020   14:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru sedang mengajar, foto: Rizal Amrullah/Radar Mojokerto

"Pendidikan Agama akan dihapuskan di sekolah" Isu yang berhembus sejak 2017 kembali mencuat awal 2019. (kominfo.go.id) Menyambut isu tersebut, Kementrian Agama bakal merombak 155 judul buku mata pelajaran yang kontennya dianggap bermasalah, termasuk soal khilafah. (liputan6.com)

Ngeri memang. Hemat saya, menghapuskan mata pelajaran Pendidikan Agama bukanlah solusi. Justru, peran pendidik---yang berinteraksi langsung dengan murid---dibutuhkan untuk melawan doktrin pemecah belah semacam ini dengan mengajarkan nilai kasih, keadilan dan kebenaran.

Tak kalah, para pemangku kebijakan harus lebih berhikmat dan konsisten memilih buku materi apa yang layak atau tidak dipakai anak-anak murid kita.

Masih dari liputan6.com, Menteri Agama Fachrul Razi sudah membentuk kelompok kerja untuk perombakan buku-buku tersebut. Syukur, pada Desember 2019 Mendikbud Nadiem Makarim dan Menag sepakat tidak menghapus pelajaran agama di setiap sekolah.

Perlu diingat, Indonesia berdiri dari fondasi Bhineka Tunggal Ika, termasuk hal keyakinan. Tidak adil jika karena isu dari salah satu agama, lalu menghapuskan mata pelajaran di mana murid pemeluk agama lain juga perlu pembinaan rohani. Tambahkan faktor orang tua yang, entah negeri atau swasta, sibuk mengais rezeki. Kalau bukan guru di sekolah, siapa yang membina rohani anak?

Ngomong-omong tentang guru agama, saya hendak menyaksikan perjuangan mereka.

Bijak meski terdesak. Sejak SD hingga SMA saya hidup di sekolah negeri, di mana pemeluk Agama Kristen minoritas. Paling terasa kesenjangan saat Pelajaran Agama. Di bangku SD misalnya, tidak sampai sepuluh murid beragama Kristen harus mengungsi ke ruang kelas 1 yang sempit, gelap, dan pengap. Jamnya sengaja dibuat siang, menunggu sampai kelas 1 pulang.

Baca juga: Kau yang Mengobarkan Semangat agar Kami Merdeka

Sebenarnya bukan hanya kelas 1, hampir semua ruangan di SD kami dalam kondisi serupa. (Toiletnya? Jangan ditanya.) Untuk anak SD, ruangan kelas 4x6 meter itu masih kondusif.

Beralih jenjang SMP, dengan badan makin melar, sekumpulan murid Kristen-Katolik berdesakan di ruang perpustakaan. Bangunan tua, dijejali rak berisi buku-buku yang boleh dipakai-tidak untuk dibawa pulang. Di tengah ruangan, meja baca dikelilingi bangku, makin sesak. Satu kursi perlu dipakai berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun