Mohon tunggu...
Wahyu Widayat
Wahyu Widayat Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang eseis sastra, politik dan budaya. Penulis tinggal di Gunungkidul.

Hobi fotografi dan fasilitator pelatihan pengembangan sumber daya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Merebut Hati Pemilih Pemula

22 September 2020   22:22 Diperbarui: 22 September 2020   22:30 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dinamika politik lokal di Gunungkidul semakin asyik dinikmati. Sejak terjadinya peristiwa mundurnya bakal calon bupati, kontroversi simbol Togog, insiden spanduk dan perpindahan inkumben ke partai lain, semakin mengukuhkan pesta demokrasi di Gunungkidul bakal gayeng.

Peristiwa-peristiwa diatas menjadi bahan obrolan seru di angkringan dan media sosial. Sayang sekali, grup media sosial yang berbasis di Gunungkidul kurang marak dengan perbincangan ini dan bahkan ada yang justru alergi.

Tulisan sederhana ini bukan bentuk dukungan kepada kandidat atau parpol tertentu. Penulis bukan kader partai  dari pasangan calon kandidat Bupati. Tulisan ini sekedar bentuk empati penulis terhadap pentingnya relasi antara pemimpin dan pemilih. 

Apalah artinya pemimpin tanpa pengikut? Apalah artinya pemimpin jika tidak memiliki pengaruh? Apalah artinya pemimpin jika tidak memiliki visi yang jelas?.

Menurut data KPU DIY, jumlah pemilih pemula di Gunungkidul adalah  47.721. Sedangkan jumlah pemilih keseluruhan Pilkada  sebanyak 612.295. Tentu saja, jumlah ini belum final.  

Jumlah pemilih pemula bias bertambah atau berkurang. Jumlah pemilih pemula tersebut perlu diperhitungkan dalam peta politik lokal. Di sisi lain, hal ini dapat menjadi bagian edukasi politik kedaerahan yang sehat dan bermartabat.

Anak muda memiliki peran strategis dalam proses perubahan. Mereka ini penggerak roda perubahan sejarah di negeri ini. Anak muda juga memiliki pengaruh diantara teman sebayanya. Pertanyaannya  adalah bagaimana karakter anak muda milenial? Dalam konteks tulisan ini, lantas bagaimana merebut hati para pemilih pemula ini?

Dalam diskusi bertema "How to Win Over Millennials and Gen Z in The Indonesian Political Year" di Jakarta, ternyata menghasilkan catatan penting. Antara lain, generasi milenial kurang tertarik dengan dunia politik. Mereka beranggapan bahwa para elit politik tidak mengajarkan pada mereka tentang cara berpolitik yang sehat dan bermartabat.

Di pihak lain, survei yang dilakukan oleh Cameo Project (2020) menyimpulkan beberapa hal. 

Pertama,  70% dari generasi milenial mengatakan kalau keputusan yang mereka ambil sangat dipengaruhi oleh sekelilingnya. 

Kedua,  60 % mengatakan, pengalaman itu lebih baik dibagikan sewaktu atau setelah suatu hal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun