Tak ubahnya seperti Pilkada DKI Jakarta, kala Ahok dan Djarot Saiful Hidayat mencalonkan diri menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, gaduh demi kegaduhan terjadi akibat kebrutalan para pendukung dan tim suksesnya.
Mulai dari menyebarkan isu SARA dan Hoax di media sosial, bagi - bagi beras di minggu tenang, ancam tentara ala Iwan Bopeng, hingga aksi kerusuhan didepan Mako Brimob.
Kini Jakarta sudah tenang dan damai tanpa kehadiran mereka lagi. Celakanya, kegaduhan itu kini berpindah ke Sumatera Utara, saat sang kandidat yang kalah di Jakarta, Djarot Saiful Hidayat malah dikirim kemari.
Menggunakan sentimen kesukuan Jawa dan Batak, Djarot dan wakilnya Sihar ikut bertarung di Pilgubsu 2018 melawan pasangan nomor urut 1, Edy Rahmayadi - Musa Rajekshah.
Tak berbeda gaduhnya dengan Jakarta, para pendukung Djarot - Sihar juga tak jarang ikut - ikutan membuat kegaduhan di Sumut. Terparah adalah dengan menguatkan sentimen ras dan kesukuan, yakni Batak dan Jawa, sehingga masyarakat di dua suku tersebut menjadi terbelah dan gaduh.
Kemudian, isu SARA lainnya yang mereka lakukan adalah dengan menuduh pemilih muslim sebagai intoleran karena memilih pasangan muslim yang seharusnya menjadi hak setiap pemilih muslim. Mereka bahkan tidak segan - segan membuat memes dan komik yang menghina umat Islam dan para ulama. Keterlaluan!
Selain sentimen SARA, kegaduhan yang tak jauh berbeda dengan Jakarta yakni bagi - bagi sembako dan money politic. Beberapa kali, tim sukses DJOSS kedapatan membagikan beras dan sarung ke masyarakat Sumut. Sayangnya, Bawaslu juga berat sebelah menindak pelanggaran tersebut.
Kemudian isu - isu HOAX juga tidak ketinggalan. Beberapa kali pendukung DJOSS melakukan fitnah ke pasangan ERAMAS. Edy Rahmayadi yang melakukan umroh di bulan suci Ramadan diisukan sakit Stroke oleh para pendukung DJOSS, kemudian wakilnya, Musa Rajekshah diisukan menjadi tersangka oleh KPK. Padahal, semua isu tersebut adalah kabar bohong. Parahnya lagi, sampai detik ini mereka masih saja menggunakan isu - isu tersebut untuk menyerang ERAMAS.
Lantas, seperti inikah cara mereka memenuhi nafsu kekuasaan mereka? Seharusnya sebagai calon pemimpin, berkampanyelah yang sejuk dan damai, bukannya malah membuat gaduh. Syukurnya, ini adalah Sumut, kami sudah terbiasa hidup damai dalam keberagaman. Kami MAKLUM saja kepada kalian, karena kalian memang pada dasarnya TAMU yang tidak PAHAM Sumut!