Mohon tunggu...
Wahyu Kuncoro
Wahyu Kuncoro Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca di saat ada waktu, penulis di saat punya waktu.

Seorang suami dan ayah 1 anak, tinggal di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru dan Child Neglect

25 Februari 2020   15:39 Diperbarui: 26 Februari 2020   21:00 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Praktik child neglect (sumber: pixabay)

Kegiatan pramuka sangat dinamis dan alam menjadi medannya. Karena itu, pengenalan akan fenomena-fenomena alam juga menjadi bagian kenyataan dalam kegiatan pramuka.

Masyarakat tradisional akan dengan mudah melihat tanda-tanda bahaya di musim penghujan. Maka, area berbahaya yang berkaitan dengan hujan atau air akan dihindari, misalnya sungai, daerah bertebing, dan daerah rawan longsor.   

Kegiatan di luar sekolah yang bersifat adventure pasti perlu persiapan perlengkapan keselamatan. Dalam dunia kerja ada safety toolkits.

Dalam konteks yang lebih sederhana, perlengkapan minimal untuk keselamatan perlu diupayakan, misalnya pelampung dan tali, karena berkaitan dengan aktivitas di sungai. Ini semua demi memastikan keamanan peserta sehingga kejadian fatal tidak terjadi.

Kita tidak bisa lagi percaya kepada pendidik, bila dalam hal yang paling sederhana, menjadikan anak-anak sebagai pusat dan menganggap anak-anak sebagai pribadi yang rentan, belum menjadi orientasi guru dalam mendampingi anak. Seseorang wali murid pernah berkomentar, anak-anak tanpa pengawasan saat jam-jam istirahat.

Jam-jam tersebut adalah saat kritis anak-anak bermain dengan teman-temannya. Aktivitas fisik dieksplorasi anak-anak seusai berada di ruang selama beberapa waktu. 

Namun, guru-guru justru berada di ruang guru dan asyik bermain dengan hp-nya. Disposisi hati seorang guru untuk memperhatikan anak menjadi sebuah keharusan, jika kita tidak ingin disebut mengabaikan anak yang dititipkan kepadanya.

'Ada' untuk anak

Dalam tradisi Jawa, ada istilah angon wayah, angon mongso (ingat akan waktu dan musim). Memperhatikan kearifan lokal juga mengajarkan anak-anak untuk menghargai alam. Musim hujan, air, sungai adalah bagian penopang hidup manusia.

Di era sekarang, tidaklah sulit untuk lebih memastikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa mendukung aktivitas manusia. Kita perlu berliterasi juga untuk bisa melihat perkiraan cuaca melalui laporan dari BMKG, selain memperhatikan tanda-tanda alam lainnya seperti mendung.

Musibah di SMP 1 Turi tidak akan terjadi jika pembina/guru 'ada' untuk anak-anak. 'Ada' dalam hal ini bukan semata-mata turut terlibat. Buktinya, terlibat itu bisa terlibat di awal saja, tengah saja, atau akhir saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun