Mohon tunggu...
Wahyu Aswin
Wahyu Aswin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepadatan Penduduk atau Kekurangan Penduduk, Mana yang Lebih Baik?

19 Desember 2015   03:04 Diperbarui: 19 Desember 2015   03:13 3163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam studi kasus kependudukan selalu ada yang namanya kepadatan penduduk, namun sadarkah kita bahwa ada juga istilah kekurangan penduduk. Dalam studi Kependudukan Kekurangan Penduduk adalah kondisi dimana dalam suatu daerah atau wilayah mempunyai jumlah penduduk yang sangat sedikit dibanding jumlah wilayahnya. Sedangkan Kepadatan Penduduk sendiri adalah kondisi dimana dalam satu wilayah mempunyai jumlah penduduk yang banyak dibanding jumlah wilayahnya.

Seperti pengertiannya Kekurangan Penduduk adalah kondisi dimana jumlah penduduk lebih sedikit daripada luas wilayahnya, biasanya kekurangan penduduk ini terjadi pada negara yanng telah maju seperti halnya Jepang, Rusia, dan Singapura. Di negara Jepang penyebab dari kekurangan penduduk sendiri disebabkan oleh turunnya tingkat kelahiran. Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, Jiro Kawasaki dalam sebuah konperensi pers mengatakan “Negara kami sekarang berada pada titik penting dalam kaitannya dengan masalah kependudukan, Kami harus mengambil tindakan untuk mengatasi penurunan tingkat kelahiran disamping sejumlah langkah untuk membantu generasi masa depan”.

Data terakhir dari Japan’s National Institute of Population and Social Security Research menunjukkan jumlah kelahiran, yang sudah menurun sejak tahun 1970-an, diperkirakan akan kembali turun 44 ribu menjadi 1.067.000 pada tahun 2005. Angka kematian naik 48 ribu menjadi 1.077.000 sementara penduduk Jepang yang menua cenderung terkena penyakit seperti influenza. Berikut beberapa penyebab dari menurunnya tingkat kelahiran di Negara Jepang :

  1. Biaya Hidup
    Salah satu alasan utama adalah masalah uang. Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan biaya hidup termahal di dunia. Oleh karena itu, hanya memiliki satu anak dan membiayainya hingga pendidikan tinggi bahkan dapat menghancurkan keuangan keluarga. Akan tetapi studi di atas menunjukkan bahwa pemerintah Jepang ternyata memberikan banyak sumbangan berupa uang untuk penduduk yang mempunyai anak.
  2. Fenomena Sōshoku(-kei) danshi (Laki-laki yang kemayu)
    Argumen lainnya adalah meningkatnya jumlah laki-laki kemayu atau dalam bahasa Jepang (草食(系)男子 Sōshoku(-kei) danshi atau lebih gampang disebut “Herbivor.” Fenomena sosial ini adalah laki-laki yang tidak tertarik dengan seks atau berperilaku feminin sehingga tidak tertarik untuk mempunyai pacar ataupun menikah.
  3. Teman ‘Virtual’
    Pendapat lain menyatakan bahwa banyak anak muda di Jepang lebih menyukai teman ‘virtual’ seperti robot atau berteman hanya melalui internet. 

Pemerintah Jepang memproyeksikan bahwa angka kelahiran akan menjadi 1,35 anak per perempuan dalam lima puluh tahun, atau berada di bawah standar kesehatan normal. Sementara jumlah penduduk anak terus berkurang, jumlah lansia akan bertambah. Hal ini membuat pemerintah kewalahan karena harus mempersiapkan dana pensiun dalam jumlah besar, padahal jumlah pekerja usia muda terus menyusut.

Lebih menarik lagi, produsen popok Unicharm mengeluarkan pernyataan bahwa kini penjualan popok dewasa untuk pertama kalinya sedikit melampaui penjualan popok bayi dalam 20 tahun terakhir ini. Jika dalam kondisi seperti ini Jepang akan mengalami kepunahan dikarenakan usia muda yang semakin berkurang juga banyaknya lansia yang membuat pusing Pemerintah Jepang yang harus menyiapkan dana pensiun yang besar.

Selain itu kekurangan penduduk di Jepang akan menyebabkan kurangnya tenaga kerja dan perekonomian terancam menurun. Dilansir dari laman Washington Post, Senin (30/11/2015), penyebab utama perekonomian Jepang turun adalah karena tingkat populasi Jepang yang menurun.

Hal ini akhirnya berimbas pada penurunan jumlah tenaga kerja produktif yang menjadikan gerak perekonomian pun ikut melambat. Melihat kondisi tersebut Pemerintah mulai melakukan kebijakan untuk menambah tingkat kelahiran, terbukti dengan adanya program usulan hasil dari rapat khusus anggota parlemen Jepang. Dalam rapat tersebut muncul sebuah program yaitu mempromosikan "Machikon", machi artinya kota, kon artinya pernikahan, dibicarakan bersama secara detil.

Apa saja kegiatan yang akan dilakukan, bukan hanya di kota tetapi sampai ke daerah-daerah agar perjodohan bisa lebih aktif lagi dilakukan di Jepang. Anggaran diperkirakan 50 miliar yen akan disediakan untuk berbagai aktivitas tersebut guna meningkatkan kesuburan melahiran warga Jepang di waktu mendatang.

Namun jika dilihat lebih lanjut kekurangan penduduk ini membuat Jepang lebih inovatif dalam membuat teknologi, terbukti dengan adanya mesin yang dapat membuat Sushi (makan khas Jepang) dengan cepat dan dapat membantu pekerja restoran di Jepang. Seakan tidak mempunyai masalah yang besar Jepang tetap memperlihatkan kemajuannya. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya tingkat pengangguran yang masih aman berkisar 3,4 persen atau sekitar menurun 10 persen dari 6 bulan yang lalu.

Berbeda dengan Negara Jepang yang kekurangan penduduk, Indonesia saat ini sedang disibukkan oleh Kepadatan Penduduk yang tak terkendali. “Dengan laju 1,49 persen tersebut, penduduk Indonesia akan bertambah sebanyak 4,5 juta orang. Itu sama dengan satu negara Singapura. Jadi kalau 10 tahun ya 10 negara Singapura,” kata Kepala BKKBN Dr Surya

Chandra Surapaty, MPH, PhD kepada wartawan seusai dirinya diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Selasa (29/9) siang, di kawasan Istana Kepresidenan, Jakarta. Dari data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2013 kepadatan penduduk Indonesia mencapai 130 jiwa/km2. Kepala BKKBN Dr Surya Chandra Surapaty, MPH, PhD menuturkan, laju pertumbuhan manusia di Indonesia paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Kepulauan Riau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun