Mohon tunggu...
wachid nugroho
wachid nugroho Mohon Tunggu... -

menyusuri jalan sunyi, bekerja dalam senyap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengurai Arus Informasi Sosial Media: Anti Hoaks Sang Pendidik

20 September 2017   09:30 Diperbarui: 20 September 2017   09:40 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Era revolusi pertanian dan revolusi industri sudah jauh berlalu. Keduanya tidak berdampak signifikan-fundamental terhadap psikologi komunikasi dan perkembangan tatanan sosial budaya masyarakat. Saat ini interaksi dan tata kehidupan manusia memasuki era revolusi teknologi informasi yang mencapai puncak perkembangannya. Yang perlu diantisipasi dan disikapi secara arif bijaksana, pola perkembangan dan kemajuan tersebut justru menuju klimaks konflik yang mengancam sendi-sendi interaksi budaya serta nilai dan norma kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Seiring transisi idealisme jurnalisme yang mulai redup tergantikan industrialisme pers, pola komunikasi dan informasi menjadi multi arah. Setiap individu bisa menjadi pewarta sekaligus sumber berita. Melalui media digital Youtube, muncul popularitas tayangan Charlie bit my finger again pada Mei 2007, disusul yang lebih heboh lagi video K-Pop dari Korea Selatan Psy-Gangnam Stylepada Juli 2012. Sosial media yang mulai menggeser peran media mainstream(cetak dan elektronika) bahkan bisa menjadi sarana efektif menggagalkan peristiwa politik percobaan kudeta setahun yang lalu di Turki tepatnya 15 Juli 2016. Melalui aplikasi Vlogyang diunggah sendiri oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan terhadap upaya ancaman kudeta militer telah membangkitkan perlawanan rakyat Turki melawan pihak pengkudeta.

Pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang dengan 95 % diantaranya untuk mengakses jejaring sosial (http://kominfo.go.id). Selain Youtubedan Vlog, sosial media yang sangat populer di Indonesia adalah Facebookdengan 65 juta pengguna (data Webershandwick), Twitterdengan 19,5 juta pengguna (data PT Bakrie Telecom). Pengguna jejaring sosial yang lain, Line10 juta orang, Google+ 3,4 juta orang, Linkedlin1 juta orang, dan Path700.000 orang. Masih ada sosial media Telegramyang sempat diblokir oleh Pemerintah terkait pemanfaatannya untuk rekrutmen organisasi terlarang, Instagramyang mengeksploitasi foto, gambar, dan video serta WhatsAppyang jumlah pengguna aktifnya sedunia sudah mencapai satu milyar orang (http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160202_majalah_bisnis_whatsapp).

Beragam penggunaan sosial media yang semakin meningkat pesat tersebut berdampak positif sekaligus negatif, ibarat dua sisi mata uang, bagi interaksi kehidupan sosial budaya masyarakat di era globalisasi ini. Secara positif, komunikasi dan interaksi antar individu menjadi semakin mudah, efektif, dan cepat. Namun sisi negatif lain mengemuka, perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi informasi ini telah memunculkan fenomena kabar hoaxyaitu ketidakakuratan berita, data, dan fakta bahkan beredarnya informasi fitnah atau menyesatkan secara by design. Kesengajaan penyebaran kabar hoaxbahkan digunakan untuk keuntungan dan kepentingan sekelompok golongan tertentu, mengadu domba antar umat beragama, memecah-belah kesatuan bangsa, serta mengancam keutuhan NKRI.

Secara antisipatif, maraknya berita hoaxdi sosial media dapat disikapi dengan klarifikasi kebenaran informasi sebagaimana pendapat Dimaz Fathroen (Praktisi Anti Hoax, Alumnus TI-ITB) sebagai berikut ; pertama hati-hati dan waspada terhadap kata-kata sebarkan, viralkan, postingan penuh huruf kapital dan tanda seru, linkberita asal, dan ketidakjelasan tanggal kejadian berita. Kedua, penelusuran tema berita spesifik di googlediikuti dengan kata hoax, misalkan tema obat progesterexdiikuti kata hoaxakan ditemukan berita terkait yang lebih komprehensif. Ketiga, berkaitan artikel berupa gambar beserta berita perlu dicek gambar secara terpisah di https://images.google.com(menggunakan dekstop mode, bukan mobile mode) atau link https://www.google.com/intl/en-419/insidesearch/features/images/searchbyimage.html. Dan terakhir, sekarang sudah ada aplikasi untuk mengecek hoax di http://hoaxanalyzer.com/.

Secara preventif, padatnya lalu-lintas informasi terutama postingan artikel di grup WhatsApp, meme, features, dan picture/video di Instagram, serta bersliwerannya status Facebookyang provokatif perlu disikapi dengan tindakan saring(jawa, = seleksi) sebelum sharing and comment. Menjaga diri menjadi silent rider, mengikuti pepatah "diam itu emas", tidak latah, sekaligus mengamalkan ajaran agama "man kaana yu'minu billaahi wal yaumil aakhir falyaqul khoiron aw liyasmut" (barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam) merupakan pilihan yang tepat lagi selamat. Tidak perlu semua postingan sosial media harus dikomentari dan disebar-ulang. Waktu kita terlalu berharga kalau harus total dihabiskan untuk berasyik masyuk dengan sosial media dunia maya, sementara kita mempunyai anggota keluarga, saudara dan sahabat, relasi dan partner kerja yang berinteraksi di dunia nyata dengan membawa nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, empati dan persaudaraan secara langsung dan lebih intens.


Secara kuratif, beredarnya kabar hoaxperlu disembuhkan dengan membangun literasi kesadaran intelektual serta narasi budaya santun dan ramah dalam berkomunikasi sesama pengguna sosial media. Langkah hukum saling menuntut dan melaporkan berkaitan fitnah kabar hoax, ujaran kebencian dan permusuhan merupakan langkah terakhir yang sebaiknya dihindari. Lebih diutamakan rasa kekeluargaan dan saling mengingatkan secara moral-etik. Era keterbukaan dan kebebasan berpendapat di muka umum termasuk di sosial media perlu dipelihara dengan keteladanan Pemerintah dalam mengayomi dan merangkul semua pihak termasuk pihak kritikus dan barisan oposisi. Bukan dengan membungkam dan memberangus perbedaan pendapat. Perang dan kampanye anti hoaxterus digaungkan dengan cara-cara elegan dan permainan cantik.

Tidak bisa dipungkiri, kabar hoax banyak beririsan dengan pencitraan, persaingan bisnis, dan terutama lebih khusus berkaitan dengan perebutan kekuasaan politik. Ekses kontestasi Pilkada DKI 2017 sangat mewarnai semakin panasnya kabar hoaxdi sosial media hingga mencapai titik kulminasi akhir-akhir ini. Perkembangan politik yang didramatisir melalui hiruk-pikuk sosial media tidak bisa dinafi'kan mempengaruhi pola berpikir dan cara pandang siswa terhadap rasa nasionalisme dan nilai-nilai persatuan bangsa. Ekses kegaduhan dan perseteruan elite dalam kehidupan berbangsa melalui kontestasi pemilihan kepala daerah akan terus berlangsung di tahun 2018 mendatang hingga puncaknya pileg dan pilpres 2019. Debat kandidat, kampanye program, dan sosialisasi visi-misi dalam pesta demokrasi tersebut terbukti telah menimbulkan friksi tajam dan saling tuding antar pihak sebagai anti Pancasila, anti kebhinekaan, anti NKRI, kelompok radikal, aliran garis keras, pengikut fanatik buta, intoleran, dan sederet panjang predikat horor lainnya.

Di ruang sosial media, guru hendaknya menjadi yang terdepan dalam memberikan keteladanan pola berkomunikasi santun yaitu menanggapi suatu postingan secara argumentatif, rasional, dan dukungan data valid --bukan hoax, tanpa disertai caci-maki, dijauhkan dari sentimen rasis, muatan hate-speech, maupun provokasi kebencian dan permusuhan antar golongan. Dalam memproduksi maupun berbagi meme, tulisan motivasi, dan berbagai postingan pun guru sebagai perekat kemajemukan selalu mendasarkan diri pada kejernihan pola berpikir, keteduhan hati, serta asas kemanfaatan. Jangan latah ikut-ikutan menyebar berita dan isu yang sedang viral tanpa menyaring atau memfilter kandungan makna dan akibat penyebaran kabar tersebut yang bisa jadi sekadar informasi sampah, nir-manfaat, dan hoax.

Sebagai guru insan cendekia, grup-grup sosial media yang ada selayaknya difokuskan membicarakan dan berdiskusi untuk memajukan kualitas SDM pendidikan, baik terkait karya inovasi, pengembangan diri, maupun publikasi ilmiah. Tidaklah produktif jika grup-grup sosial media tersebut sekadar dipakai untuk mengisi waktu luang memenuhi kebutuhan pengakuan atau membicarakan trend dan gaya hidup, apalagi memanaskan situasi sosial budaya dan politik secara tidak santun dengan menyebar kabar hoaxdan informasi sampah lainnya serta berkomentar miring atas fakta dan fenomena sosial yang sedang booming.

Guru sebagai insan pendidik terpanggil nuraninya untuk bersikap antisipatif, preventif, kuratif, dan turut andil dalam tanggung jawab besar merekatkan kembali kemajemukan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui interaksi intensifnya dengan para siswa di ruang-ruang kelas apapun mata pelajaran yang diampu. Setiap guru mapel wajib mengingatkan kembali kepada peserta didiknya bahwa negara kita didirikan dan dibangun oleh para founding fathers melalui permufakatan bijak yang mengedepankan kesatuan dan kepentingan bangsa di atas segala-galanya walaupun dilatarbelakangi perbedaan etnis, keyakinan, dan antar golongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun