Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yang Benar adalah "Takut Menularkan" Bukan "Takut diCovidkan"

1 Juli 2021   22:04 Diperbarui: 2 Juli 2021   11:29 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ww2cdn.frost.com

Berita duka yang bertubi-tubi ternyata cukup membuat nyali jadi ciut. Serasa di jaman perang. Dan ternyata hal ini tidak hanya dialami oleh lingkaran pertemanan saya saja. 

Beberapa hari lalu ketika saya baru saja tiba di rumah, terdengar ribut-ribut tetangga, dan saya pun bertanya, ada apa? Rupanya ada tetangga RT sebelah yang meninggal dunia kabarnya karena COVID-19. Jenasahnya dijemput petugas berseragam APD lengkap. Seketika itu suasana menjadi sedikit cemas terlihat dari wajah-wajah para tetangga. Setahun lebih COVID-19 beredar, lingkungan kami termasuk yang tidak tersentuh wabah dan semuanya berjalan seperti biasa. Ada yang tertib menggunakan masker, namun banyak juga yang tidak tertib. 

Terpikir untuk mengabari di group lingkungan gereja kami yang masih terbilang lingkungan yang sama, namun saya urungkan niat. Meskipun niat saya hanya ingin mengingatkan supaya berhati-hati dan tetap menerapkan protokol kesehatan 5M dalam kehidupan sehari-hari, namun ada kekhawatiran juga, takut menimbulkan kecemasan. 

Apalagi mayoritas anggota group sudah lansia. Oleh karena itu saya hanya mengabari ketua saja, memberitahukan bahwa dilingkungan sekitar kita sudah ada kasus kematian COVID-19, mohon berhati-hati. Beberapa saat kemudian, sang ketua memposting di group WA kami, agar berhati-hati dan tetap menerapkan PROKES 5M. Ok, jadi begitu caranya mengabari tanpa menimbulkan kecemasan. Saya pun meniru gaya pemberitahuan tersebut. Bagaimanapun mendengar berita duka bertubi-tubi sungguh tidak mengenakan. 

Sementara untuk yang sedang sakit karena terpapar COVID-19, saya lebih suka mengirim video-video lucu atau menelepon langsung mengajak bercanda. Bukankah tertawa itu katanya dapat meningkatkan daya tahan tubuh? Daripada diingatkan tentang sakitnya membuat penderita capai harus bolak-balik menjawab pertanyaan seputar COVID, lebih baik diajak tertawa bersama :D

Dan ternyata masih ada saja yang menanggapi masalah pandemi ini dengan komentar yang kurang pas. Menganggap semuanya sudah diatur oleh Tuhan, virus Corona sudah ada dari sejak dulu jadi tidak perlu ditakuti. 

Kalau dipikir-pikir secara logika, memangnya Tuhan sedang menghukum orang-orang yang terpapar Corona sementara yang tidak terpapar tidak dihukum? Apakah artinya mereka yang tidak terpapar itu lebih suci? 

Virus Corona memang sudah ada sejak sebelum COVID-19. Tetapi bukankah COVID-19 itu maksudnya jenis yang ditemukan pada tahun 2019? Dan virus Corona memang tidak perlu ditakuti, yang ditakuti adalah peristiwa mewabahnya yang menyebabkan penderita menjadi terlalu banyak akibat penularan yang begitu cepat, sementara fasilitas kesehatan, obat-obatan, dan tenaga medis juga terbatas. 

Mendadak banyak ilmuwan, dokter, ahli virus dengan latar belakang pedagang, guru, ibu rumah tangga, dll :D

Dan rupanya masih ada juga yang menganggap terpapar COVID-19 itu adalah aib, sehingga menyembunyikan keadaannya dan tetap beraktivitas ditengah masyarakat tanpa sadar kondisinya bisa membuat orang disekitar bisa ikut terpapar. Yah bagaimana mau kelar pandemi ini kalau begitu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun