Mohon tunggu...
Vitto Prasetyo
Vitto Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Laki-laki

pegiat sastra dan peminat budaya, tinggal di Malang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Memerdekakan Literasi untuk Membaca Budaya

20 Januari 2020   19:52 Diperbarui: 20 Januari 2020   19:48 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sering kita terjebak dengan kata "merdeka". Kata ini dianggap sakral hanya pada bulan peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa semua orang di negeri ini sudah merasakan kemerdekaan pemikiran?

Konteks lokal ini kadang dibiarkan begitu saja, karena kita menganggap hal ini sudah terencana dan terbangun pada konsep pendidikan formal. Dalam dimensi sastra, penulis pernah mengistilahkan puisi sebagai penjara pemikiran, karena terkungkung dalam kebebasan maya, yang justru mengekang sumber ide-ide kreatif. 

Jika dunia sastra harus merujuk pada pedoman bahasa yang harus menggunakan Konsep Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), maka sastra selamanya akan mengalami 'mati rasa'. Bisa jadi sastra akan mematikan literasi sastra itu sendiri.

Generalisasi pendidikan secara didaktis dan otodidak tentu akan berjalan sesuai dinamika yang dihadapinya, meski dalam hal melestarikan unsur-unsur literasi sering dihadapkan pada persoalan yang sama.

Hal yang membuat kita semakin peka, karena kemajuan iptek tidak berbanding lurus dengan penjagaan nilai-nilai literasi hingga lambat-laun terjadi pengikisan nilai-nilai budaya, terutama makin bergesernya nilai etika moral. Jadi jangan heran, jika kerusakan budaya, adalah imbas dari kerusakan-kerusakan kecil literasi yang makin menumpuk.

Di tengah derasnya kemajuan iptek yang sudah masuk dalam era globalisasi, bahasa adalah alat utama untuk menerjemahkan kebuntuan komunikasi secara global.

Ruang dan dimensi budaya, tanpa kita sadari menjadi parameter bagi bangsa yang maju. Maka kenapa kita harus memerdekakan literasi, terutama yang berbasis adat lokal daerah, karena nilai sejarah keberadaan bahasa banyak tergali dari rangkuman suku budaya yang ada di negeri ini.

Substansi memerdekan literasi, karena unsur daerah sering dianggap kolot dan kita terjebak dengan konsep moderat yang "merasa" lebih terhormat dengan literasi yang diadopsi dari literasi asing.

Maka, yang perlu kita siapkan sebuah masa dimana budaya daerah dan nasional kita, tidak akan terbaca lagi oleh generasi yang akan datang.

*) penulis adalah pegiat sastra dan peminat budaya, tinggal di Malang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun