Mohon tunggu...
Viqar Chu
Viqar Chu Mohon Tunggu... Buruh - Forester

lahir dari hutan, bermain dalam hutan, belajar kehutanan, beristri seorang yg mengabdikan diri di kehutanan dengan ilmu kehutanannya serta mencari hidup dari hutan dan mengabdikan diri untuk hutan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jangan ke Pulau Rambut dan Untung Jawa

20 Mei 2013   20:58 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 11994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pagi itu matahari belum saja menampakkan diri sebagaimana takdir yang diberikan oleh penguasa alam kepadanya. Kami, peserta pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan oleh Konservasi Alam Kementerian Kehutanan. Tak seperti hari-hari biasanya, bangun sebelum jam 4 pagi untuk berangkat menuju kawasan suaka margasatwa Pulau Rambut terletak di Kepulauan Seribu Provinsi Jakarta. Kawasan suaka margasatwa ini dikelola resmi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta (BKSDA DKI Jakarta) sejak tahun 1999 dengan luas 90 hektar.

Terlihat begitu antusiasnya para peserta jurnalistik kali ini tercermin dari semangat bangun pagi kala itu, “kami ini orang lapangan yang tak biasa bangun pagi” celetuk salah seorang peserta pelatihan jurnalistik dari taman nasional Karimun Jawa sebut saja namanya mas Harry. Tetapi dengan semangat ala pasukan bersenjata, meluncurlah kami ke Pulau yang terletak diseberang ibukota negara tercinta yang selalu penuh dengan kemacetan. Tak dapat dipungkiri kami tiba di Pulau itu kurang lebih memakan waktu tempuh perjalanan kurang lebih 6 jam yang semestinya waktu tempuh ideal adalah 4 jam karena kemacetan dan gangguan teknis kegiatan.

Matahari telah menyengat di pantai-pantai Tanjung Pasir palabuhan Muara Angke sebelum beranjak menyebrangi Pulau Rambut dengan menggunakan kapal masyarakat sewaan yang didesain khusus. Kapal ini disewa oleh panitia pelatihan untuk mengantarkan kami menuju tujuan. Masih di Tanjung Pasir, mata saya seakan “dirusak” oleh pandangan sampah dan warna laut yang kecoklat-cokelatan. Tidak seperti warna laut idealnya, Warna yang terkontaminasi oleh endapan lumpur sungai-sungai yang ada disekitaran Bekasi, Tanggerang dan Jakarta. Tentunya dengan jumlah kepadatan penduduk dan minimnya kesadaran lingkungan membuat pantai ini begitu kotor.

SIANGNYA DI PULAU RAMBUT. Jam menunjukkan kurang lebih pukul 9 pagi, sapaan pulau dengan gelar pulau surga burung (The Heaven of Bird) itu menyapa kami dengan hangatnya, Ombak dan kesejukkan hutannya membuat kesejukkan ditengah-tengah terik matahari laut yang cukup menyengat bagi sebagian orang. Selalu saja sampah yang berhamburan di pantai-pantai membuat saya ingin berteriak sembari bertanya-tanya, “kok bisa kayak gini? Ini kan kawasan konservasi? Apa sih tugas teman-teman di lapangan?” Semua itu berkecamuk di alam pikiran saya silih berganti. Mungkin subyektif bagi saya kala itu karena saya tak mengetahui alasan-alasannya.

Layaknya seorang jurnalistis, pikiran itu yang membuat saya menggali data dan informasi dari beberapa narasumber khususnya petugas lapangan yang bertugas saat itu.

Sapaan akrab pak Supar, nama lengkap dari Suparianto merupakan petugas di  BKSDA DKI Jakarta menjelaskan detail dari kronologis hingga data sampah-sampah di suaka margasatwa Pulau Rambut, “Kami bukan petugas kebersihan pak! Sampah-sampah ini berasal dari 13 muara sungai yang ada di Bekasi, Tanggerang dan Jakarta, tiap tahun bahkan setiap 3 bulan kami selalu melakukan kegiatan pembersihan sampah” itu kata kunci yang mentolerir pikiran sebelumnya berkecamuk di kepalaku. Sampah-sampah itu ternyata selain dari muara sungai juga disebabkan kesadaran pengunjung akan lingkungan sangat kurang, terbukti dari data yang disajikan oleh pak Supar menyebutkan bahwa setiap bulannya ada sekitaran 13 ton sampah “berkeliaran” di Pulau itu, “ini hasil inventarisasi oleh petugas kami (BKSDA DKI Jakarta)” Kata Pak Supar seakan mempertegas. “Pengunjung dari Pulau sebelah (Pulau Untung Jawa) pun memberikan akibat bagi keindahan pulau ini” sapa pak Supar dengan khasnya. Sampah-sampah yang tak bisa terurai (non-dregrabdable) seperti plastic, Styrofoam, sendal/karet, kaca dan kaleng membuat matinya vegetasi dan mempengaruhi aliran masuknya air pasang surut

MATAHARI DIATAS KEPALA. Kala itu menunjukkan jam 12 Siang, kami berangkat menuju Pulau Untung Jawa. Sarana dan prasarana serta mudah dan murahnya aksebilitas membuat daya tarik pengunjung berlibur ke pulau itu. Dengan ongkos 10.000 rupiah saja untuk sekali sewa perahu penyebrangan dari pelabuhan Muara Angke, pengunjung sudah disajikan keindahan alam laut yang begitu eksotik ditambah perjumpaan banyaknya burung-burung membuat nilai rupiah yang dikeluarkan tak sebanding harga pesona alamnya. Memasuki dermaga Untung Jawa pengunjung disajikan tempat sampah lengkap dengan tulisan-tulisan unik menyerukan agar orang-orang yang membacanya agar sadar dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Dengan saratnya jumlah pengunjung bukan pada hari libur membuat saya mengambil kesimpulan bahwa jangan ke Pulau Rambut ketika anda membuang sampah sembarangan. Pulau Rambut, dengan segala potensi alam didalamnya tak ayal Pulau yang dideklarasikan sebagai RAMSAR SITE yaitu perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan serta surga burung di pantai Jakarta Utara membuat semua itu akan sia-sia ketika anda mengotorinya dengan sampah dan ulah manusia yang bertentangan dengan aspek konservasi alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun