Mohon tunggu...
Vina Ainun Nadhiroh
Vina Ainun Nadhiroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Haiii saya Vina. Mari kita terus belajar dan berbagai pengalaman melalui media ini. Selamat menulis!!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wisatawan Batalkan Kunjungan ke Pantai Bira Sulsel Karena Banyak Pungutan Liar

15 Mei 2024   23:00 Diperbarui: 15 Mei 2024   23:00 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pantai Bira, yang terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu tujuan wisata pantai terkenal di Indonesia. Dengan pasir putihnya yang memukau dan air laut yang jernih, pantai ini menawarkan pemandangan yang menakjubkan dan pengalaman relaksasi. Setiap tahun, ribuan wisatawan domestik dan mancanegara mengunjungi pantai ini untuk menikmati keindahan alamnya yang menawan.

Beberapa wisata yang baru-baru ini mengunjungi Pantai Bira berbagi pengalaman negatif di media sosial, yang segera viral dan memicu perdebatan sengit. Dalam video yang beredar, para wisatawan tampak kecewa dan frustrasi saat tiba di lokasi. Mereka mengungkapkan kekecewaan atas berbagai pungutan liar yang harus dibayar, mulai dari biaya masuk yang berlebihan hingga biaya parkir dan biaya tambahan lainnya.

Pada video tersebut, pasangan wisatawan itu menjelaskan bahwa mereka dikenakan biaya sebesar Rp. 20 ribu per orang di gerbang awal, ditambah biaya transportasi sebesar Rp. 10 ribu untuk mobil mereka.

Video tersebut dengan cepat viral di berbagai platform media sosial, memicu berbagai reaksi dari netizen. Banyak orang menunjukkan empati terhadap situasi wisatawan tersebut dan membagikan pengalaman serupa yang mereka alami di destinasi wisata lain di Indonesia. Kejadian ini menyoroti masalah pungutan liar yang lebih luas dan dampaknya terhadap pengalaman wisatawan, yang pada akhirnya bisa merugikan industri pariwisata negara.

Kontroversi mencuat dengan tuduhan melibatkan pejabat pemerintah setempat dalam praktik pungutan liar. Media sosial dipenuhi cerita korban korupsi, menuding pejabat setempat menerima suap atau mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal tersebut. Ini memperumit masalah dan mendorong tuntutan akan penyelidikan dan akuntabilitas yang lebih ketat. 

Diskusi pun berkembang tentang tanggung jawab wisatawan dalam menjaga keberlanjutan pariwisata. Menyuarakan pentingnya penelitian sebelum perjalanan, membaca ulasan, dan membuat keputusan bijak dalam memilih destinasi dan layanan, menjadi sorotan dalam pembicaraan tersebut. Jika di lihat dalam perspektif sosiologi, pada teori konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx berfokus pada perjuangan kekuasaan dan sumber daya antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Marx masyarakat sebagai arena konflik antara kelompok yang berkuasa (borjuis) dan kelompok yang tertindas (proletar). 


Dalam konteks Pantai Bira, pejabat setempat yang melakukan pungutan liar dapat dilihat sebagai kelompok yang berkuasa yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi, sementara wisatawan dan masyarakat lokal menjadi korban dari eksploitasi ini. Teori Konflik menyatakan bahwa ketidakadilan dan ketidaksetaraan sosial sering kali menjadi sumber konflik dan ketegangan. 

Pejabat yang terlibat dalam pungutan liar menunjukkan adanya ketimpangan kekuasaan, di mana mereka dapat menggunakan wewenang mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak negatifnya pada masyarakat luas. Konflik ini memunculkan seruan untuk reformasi dan akuntabilitas yang lebih besar, menunjukkan adanya kebutuhan untuk merestrukturisasi kekuasaan dan sumber daya dalam masyarakat agar lebih adil.

Untuk mencegah insiden serupa di masa depan dan meningkatkan pengalaman wisatawan di Pantai Bira serta destinasi lainnya di Indonesia, langkah-langkah perbaikan dan pencegahan yang bisa diambil termasuk komitmen kuat dari penyedia layanan pariwisata untuk transparansi dalam penetapan harga. Harga-harga harus ditetapkan secara jelas dan proporsional, serta disertai dengan rincian yang mudah diakses oleh wisatawan. Dengan demikian, wisatawan dapat membuat keputusan yang bijaksana dan mengurangi kemungkinan terjadinya kejutan biaya yang tidak diinginkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun