HUKUM JUAL BELI KULIT HEWAN KURBAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
PENDAHULUAN
Perbedaan pendapat ulama' tentang jual beli kulit bewan kurban, madzab Imam Syafi'i melarang jual beli kulit bewan kuban karena binatang kurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT). Kurban hasil sembelihan diperbolehkan untuk dikonsumsi, boleh diberikan orang lain dan boleh disimpan.Â
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, hasil hewan kurban boleh untuk di jual, namun hasilnya disadaqahkan. Panitia beranggapan bahwa kulit hewan kurban kurang berarti karena yang diberikan kepada masyarakat adalah tulang dan dagingnya. Kebanyakan orang juga tidak mau untuk diberi kulit hewan kurban. Dari masalah tersebut, panitia menjual kulit hewan hasil kurban tersebut karena daripada mubazzir lebih baik dijual dan uangnya bisa untuk keperluan lainnya.Â
Dengan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "HUKUM JUAL BELI KULIT HEWAN KURBAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM".
PEMBAHASAN
Sebagian yang terjadi pada masyarakat muslim di Indonesia menjual kulit hewan kurban karena banyaknya hewan kurban dan tidak banyak ada waktu untuk mengurusi dan terkadang juga untuk menghemat biaya operasional. Uang hasil penjualan kulit hewan kurban juga bisa dibuat untuk keperluan yang lainya.
Menjual kulit hewan kurban bisa menjadikan membuat ibadah yang dilakukan tidak sah. Namun disisi lain ada yang harus menjadikan pertimbangan ketika kulit sapi tidak ada yang mengurus dan mubadzir maka dengan alasan itu panitia kurban menjual kulit hewan kurban dan hasilnya dimasukkan ke kas masjid. Maka untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum jual beli kulit hewan kurban dalam perspektif pandangan islam. Dalam hal tersebut para ulama' berbeda pendapat tentang ketentuan hukum menjual kulit hewan kurban sebagai berikut:
Madzab Imam Hanafi
Fuqaha Hanafiyah mengatakan sunnah daging kurban itu dibagi 3 : sepertiga dimakan seseorang yang berkurban, sepertiga untuk teman-temannya walaupun mereka orang kaya, dan sepertiganya lagi untuk orang miskin.
Fuqaha Hanafiyah mengatakan organ dalam dan kulit hewan kurban boleh ditukar dengan barang yang lebih bermanfaat bagi penerima bagian kurban. Hal ini berdasarkan pada prinsip istihsan. Dengan demikian Ulama' Hanafiah memperbolehkan kulit kurban di tukar dengan barang yang lebih bermanfaat, tetapi tidak menggunakan istilah menjual.