Mohon tunggu...
Vikrama
Vikrama Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Semester Hampir Tua

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tembakau Likur, Racikan Tradisional Bergaya Modern

12 November 2019   10:43 Diperbarui: 12 November 2019   10:53 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Willi sedang merapihkan dan menata Tembakau "Likur" (Dok. Pribadi/YB Vikrama I)

Melinting merupakan salah satu budaya yang mulai ditinggalkan. Kuno merupakan kata yang sering dipasangkan dengan aktivitas melinting. Padahal, "Melinting itu seni le"

Sibuknya hidup sebagai mahasiswa arsitektur dirasa belum cukup. Vincentius Willi Varian atau akrab dipanggil Willi memiliki usaha sampingan sebagai penjual tembakau. Baginya, tembakau linting adalah hal yang penting untuk dilestarikan.

Willi merupakan pria asal Lampung yang sekarang sedang menjalankan studi. Ia menjalankan studi di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. "Saya jauh dari Lampung, saya merantau disini," ucap Willi.

Pada umurnya yang masih muda yaitu 21 tahun, Willi memutuskan untuk memulai usaha menjual tembakau. Tembakau yang ia jual pun bukan tembakau oplosan tapi tembakau murni. Ia menceritakan tentang alasan dirinya memilih tembakau linting sebagai barang yang dijual.

"Tembakau Likur namanya, Likur dari kata Lingguh Kursi mas," jelas Willi. Pemilihan nama Likur ini didasarkan dari kata Lingguh Kursi yang dalam bahasa Jawa artinya duduk di kursi. Likur juga merupakan sebutan yang hanya dipakai dari hitungan angka 20-29 dalam bahasa Jawa.

"Jadi harapannya orang-orang yang umur 20-29 itu sudah sukses mas, tinggal duduk (di kursi) saja," ujar Willi. Target penjualan dari Tembakau Likur ini juga kepada orang-orang muda, mulai dari umur 21 tahun keatas.

Umur usaha milik Willi pun terhitung masih sangat muda. Ia pertama kali mulai mencari penghasil tembakau di Yogyakarta pada tanggal 18 Agustus. Mulai dari mencari di daerah Selopamioro, Imogiri, Bantul yang ternyata sudah tidak memproduksi tembakau. Hingga akhirnya menemukan petani tembakau di daerah Gading, Gunungkidul.

"Saya akhirnya berdua sama teman saya ke Dusun Gading itu, ternyata memang pusatnya disitu," jelas Willi. Setelah disana Willi pun mencoba mendekatkan dirinya kepada warga sekitar. Ia menjelaskan pada para petani disitu bahwa ia ingin menaikkan derajat tembakau linting. Targetnya pun ditujukan kepada anak-anak muda karena dianggap mulai meninggalkan budaya lingwe.

Lingwe merupakan singkatan dari bahasa Jawa linting dewe yang artinya "melinting sendiri". Budaya ini mulai ditinggalkan karena dianggap tidak praktis dan juga tidak keren. Karena biasanya penjualan tembakau linting hanya menggunakan plastik kedap udara yang kurang menarik.

"Ya gengsi mas anak muda," ucap Willi. Dalam menjual tembakau ini ia sangat mementingkan branding dari merknya. Ia memberikan kemasan semenarik mungkin agar mudah dibawa anak muda. Tidak hanya mudah dibawa namun juga enak dilihat jika dibawa kemana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun