Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pemimpin Baru LPSK, Harapan Baru bagi Saksi Pelapor di Indonesia?

18 November 2018   08:31 Diperbarui: 21 November 2018   12:12 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gila apa berani dengan pencopet! Kapan itu ada yang dipukuli setelah kami turun dari bus. Tidak hanya satu orang, tapi mereka komplotan!" Kumpulan kalimat di layar gawai menjawab pertanyaan saya kenapa para penumpang bus tidak berkutik saat seorang ibu kehilangan dompetnya. Teman yang bermukim di Jakarta bercerita kejadian yang dilihatnya tak sengaja. Sebuah peristiwa yang tidak luar biasa lagi, dan beberapa hal membuat kasus senada terlupakan yaitu:

Saya pernah menjadi sekali korban pencopetan di dalam bus kota setelah 10 tahun menjadi pengguna bus. Saya duduk sendiri di bangku ketiga dalam bus, dengan tujuh penumpang yang lain, saat itu sore hari. Sebenarnya saya sudah curiga dengan lima lelaki yang berada di dua bangku terdepan, namun ketika mereka bersenda gurau dengan sopir maka menganulir pandangan saya.

Ketika tempat pemberhentian sudah dekat, saya beranjak mendekati bangku supir untuk membayar. Detik itu juga lima lelaki mendekati saya dengan salah satu sibuk bertanya dengan suara keras tentang jam. Saya merasakan himpitan di tas slempang namun jika memberontak ada kekhawatiran nyawa terkena bahaya kemudian. Persekian detik kemudian saya dilepaskan tanpa ada kekerasan fisik, dan turun ke tempat pemberhentian. Dengan kaki bergetar, saya meraba bagian terdepan tas, tidak ada lagi bentuk tablet yang semula tersimpan di sana.  

Saya waktu itu memilih membeli tablet yang baru daripada harus melaporkan hal tersebut pada pihak berwenang. Ada sebuah keengganan untuk menjadi saksi bila kelak pencopet tersebut tertangkap. Dari apa yang saya alami, kemudian terjadi pemakluman akan teman yang enggan mencegah atau melaporkan pencopetan di atas.

Jika sebuah peristiwa kejahatan perorangan yang tergolong kecil saja, ada banyak ketakutan bila berani mencegah atau melaporkannya ke pihak keamanan; bagaimana dengan kasus yang merugikan negara dalam skala besar serta masif? Bisa saja bukan hanya nasib pekerjaan, namun juga keselamatan keluarga. Baik saat terjadi kasus, pelaporan, persidangan (bila dilanjutkan), atau setelah terdakwa keluar dari penjara (jika terbukti bersalah secara hukum).  

Ternyata saya melewatkan beberapa info mengenai lembaga yang siap menaungi para saksi dan korban.  Demikian hal yang saya temui kemudian:

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

Logo LPSK. Doc: lpsk.go.id
Logo LPSK. Doc: lpsk.go.id
Saya tak sengaja membaca sebuah berita di media online, mengenai LPSK yang mendesak pihak UGM untuk menyelesaikan kasus mahasiswi yang mengalami pelecehan seksual. LPSK  sendiri  dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Demikian juga tentang kejutan dari Presiden Joko Widodo yang meneken Peraturan Pemerintah nomer 43 tahun 2018 tentang pemberian piagam dan premi maksimal Rp 200 juta.

Tentu saja dengan persyaratan khusus yaitu mampu melaporkan pelaku korupsi kepada pihak berwenang. Sebuah angka yang fantastik bagi peran seorang wistleblowers serta menunjukan penghargaan, dan keseriusan dari negara. Sebelum melangkah lebih jauh lagi, mari kita bedakan dulu definisi whistleblower dengan justice collabolator.

Kriteria perlindungan. Doc:lpsk.go.id
Kriteria perlindungan. Doc:lpsk.go.id

Perbedaan whistleblower dengan justice collabolator:

  1. Whistleblower adalah saksi mata yang menjadi pelapor sebuah kasus. Bisa terdapat pada kasus internal swasta maupun lembaga negara.
  2. Justice Collabolator adalah salah satu pelaku yang kemudian melaporkan diri serta bekerjasama dengan pihak berwajib untuk menyelesaikan kasus. Biasanya dilakukan atas dasar pemberian keringanan hukuman

Pada banyak kasus khususnya korupsi yang merugikan keuangan negara, justice collabolator adalah tokoh yang memegang banyak data ataupun menjadi pihak ketiga antara pelaku pertama dan pelaku yang lain.  Salah satu justice collabolator yang mendapat perhatian penuh dari khalayak umum serta media adalah Muhammad Nazaruddin.  

Untuk tokoh whistleblower yang membuat Setyo Novanto  "Papa Minta saham" adalah Sudirman Said yang pernah menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk kasus pelecehan seksual ada  Linda Trip yang menjadi whistleblower kasus Bill Clinton dengan Monica Lewinsky. Anda bisa berseluncur di dunia maya untuk detail tiap kasus mereka.

Hasil survei LPSK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun