Mohon tunggu...
Vidyanissa Rahmani Putri
Vidyanissa Rahmani Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi FEB UGM

Mahasiswi FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

ASPD dan PPDB di Daerah Istimewa Yogyakarta yang Kurang Efektif

10 Juli 2021   16:50 Diperbarui: 10 Juli 2021   20:35 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sektor pendidikan merupakan sektor yang sangat penting karena memegang peran utama dalam berkontribusi untuk membangun generasi muda negeri ini. Selama ini, pemerintah Indonesia telah menjalankan berbagai program pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, namun efektivitas banyak dari program-progam ini masih dipertanyakan. 

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Dinas Pendidikan dari setiap kabupaten/kota di DIY menyelenggarakan Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah  (ASPD) untuk jenjang SD dan SMP. Menurut Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, ASPD bertujuan untuk menilai kompetensi siswa SD dan SMP berdasarkan proses pembelajaran yang telah dilakukan, di mana hasilnya tidak akan digunakan untuk menentukan kelulusan siswa, melainkan untuk menentukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). ASPD sendiri mencakup tiga mata pelajaran inti, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Namun, penerapan ASPD untuk menentukan PPDB telah menimbulkan kontroversi di masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan kriteria PPDB yang diimplementasikan oleh Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di mana Kota Yogyakarta menggunakan nilai murni ASPD, sedangkan Kabupaten Sleman menggunakan skor gabungan dari 60% nilai ASPD dan 40% nilai rata-rata untuk tiga mata pelajaran inti dari kelas 4 sampai kelas 6.

Dalam menanggapi kontroversi mengenai ASPD dan PPDB di Yogyakarta ini, sudah sangat wajar bagi masyarakat untuk mempertanyakan lebih lanjut mengenai alasan dari perbedaan kebijakan atas implementasi kriteria PPDB yang berbeda. Tidak ada justifikasi yang jelas mengenai perbedaan kriteria PPDB tersebut sehingga tentunya masyarakat akan menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak adil dan merasa keberatan untuk menjalani kebijakan tersebut. 

Pertanyaan pertama yang mungkin muncul di pikiran masyarakat adalah, apabila nilai murni ASPD digunakan untuk menentukan PPDB dan menilai kompetensi siswa SD dan SMP, maka apakah angka ini memang benar-benar merepresentasikan kompetensi siswa berdasarkan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan? Nyatanya nilai ini belum tentu merepresentasikan hasil dari proses belajar siswa karena bagaimana mungkin hanya melalui ASPD, pemerintah dapat menilai  proses belajar siswa selama beberapa tahun di SD dan SMP? Inilah mengapa pendidikan di Indonesia masih belum bisa berkembang, akibat sistem pendidikan yang lebih memprioritaskan nilai daripada proses pembelajarannya, padahal yang terpenting dari pendidikan adalah prosesnya bukan hanya sekadar nilai semata. 

Apabila terdapat banyak siswa dengan nilai ASPD yang tinggi, maka apakah artinya pendidikan di Indonesia sudah baik? Tentunya akan sulit untuk menjawab pertanyaan ini karena sebenarnya tidak ada hubungan yang kuat antara kedua aspek tersebut. Padahal seharusnya dalam menciptakan suatu program, sangat penting untuk memastikan bahwa terdapat suatu keterkaitan yang kuat antara output dari program tersebut dengan outcome (jangka pendek, sedang, dan panjang) yang diharapkan sebagai hasil dari dijalankannya program tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mengimplentasikan framework seperti logic model dan results-based accountability dalam perancangan program yang sesuai. Seharusnya tujuan utama dijalankannya ASPD adalah untuk mengukur seberapa baik sistem pendidikan yang telah dijalankan. Namun, bagaimana ASPD dapat mengukur sistem pendidikan yang telah dijalankan jika yang dilihat hanya nilai murni dari ASPD itu sendiri dan bukan berdasarkan proses pembelajaran yang telah berjalan? Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik, jika siswa hanya dinilai berdasarkan ASPD untuk menentukan PPDB? Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangat memprioritaskan nilai daripada proses pembelajaran.

Oleh karena itu, melihat bagaimana kebijakan ASPD dan PPDB saat ini menimbulkan kontroversi publik, seharusnya pemerintah menyadari bahwa kebijakan tersebut tidak efektif. Maka dari itu, diperlukan suatu evaluasi untuk dapat meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia sehingga bisa lebih memprioritaskan proses belajar siswa ketimbang nilai semata. Ke depannya, pemerintah dapat merancang program yang lebih baik dengan fokus untuk mencapai outcome dengan tujuan memajukan sistem pendidikan di Indonesia di mana proses pembelajaran merupakan prioritas utama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun