Mohon tunggu...
Vidia Subrata
Vidia Subrata Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

BPJS: Memprediksi Bakal Tombok lagi 9 Triliun

27 September 2017   13:46 Diperbarui: 27 September 2017   14:00 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, atau orang kerap menyebutnya dengan sebutan BPJS, merupakan salah satu badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Badan ini memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Badan ini mulai beroprasi sejak bulan Januari tahun 2014 silam.

BPJS kesehatan ini sejak awal didirikannya memang banyak kontroversi, mulai dari kepesertaan wajib seluruh warga negara indonesia, setelahnya baru berjalan seumur jagung terjadi perubahan tarif karena merugi, dsb.

Disini kita akan lebih berbicara pada berita baru - baru ini, yang beberapa waktu lalu saya membaca di salah satu media online bahwasannya lagi BPJS di prediksi bakal defisit anggaran sebesar 9 triliun? Pasti beberapa orang bertanya kok defisit lagi? Padahal tarif kan sudah di naikkan? Lalu apa nanti bakal naik lagi tarif iuran kepesertaan mandiri? Untuk masalah kenaikan saya kurang tahu, dan saya tidak akan membahasnya disini, karena itu nanti hanya manajemen yang bisa menjawab.

Kita disini akan membahas soal Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI), kepesertaan PBI ini dikhususkan untuk masyarakat yang dari segi ekonomi kurang mampu. Mereka menjadi Peserta BPJS kesehatan tanpa harus mengeluarkan iuran sepeserpun, dan kepesertaan ini pula yang digadang gadang sebagai salah satu penyebab tomboknya BPJS kesehatan. 

Saya menilai disini ada beberapa faktor yang menjadi penyebab defisit BPJS kesehatan, dari fakta dilapangan saat ini masih banyak warga yang belum mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS secara mandiri bagi yang tidak menerima bantuan, sebagian besar masyarakat yang enggan daftar beranggapan mereka sehat, tidak perlu membayar iuran tiap bulan jika nantinya mereka tidak menderita sakit kronis, makanya itu dinilai hanya buang - buang uang apalagi sekarang wajib seluruh anggota yang tertera dalam Kartu keluarga yang didaftarkan. Kalaupun ada yang daftar kepesertaan mandiri saat mereka terindikasi mengidap penyakit yang menguras kantong bila tidak mendaftar, tapi ingat tidak semua orang seperti itu ada pula yang sadar akan hal tersebut untuk kepentingan bersama juga bisa jadi ladang pahala.

Selain itu mengenai kepesertaan PBI yang kurang tepat sasaran, saya melihat sendiri di sebuah desa mereka semua rata mendapat kepesertaan PBI, lantaran RT mereka mengajukan semua KK, padahal bila dilihat dari keadaan sebenarnya cukup mampu, hanya karena hubungan baik dengan RT makanya mereka mendapat kepesertaan PBI, lagi - lagi nepotisme terjadi. 

Ada pula kasus sewaktu saya mengurus tambahan keanggotaan keluarga karena ada anak yang baru lahir, saat saya duduk mengantri ada seorang Staf tata usaha (PNS) yang hendak mengurus kepindahan kepesertaan kedua orangtuanya, lantaran kedua orang tuanya menjadi anggota PBI. 

Beliau mengatakan "Saya bingung mbak, bapak saya sakit sekarang ada dikelas rawat 3 lantaran masuk kepesertaan PBI, padahal bapak saya itu sebenarnya petani yang sawahnya luas, memang namanya petani kuno kelihatannya saja sederhana, 3 anaknya itu PNS semua, saya saja PNS golongan 4 dan pastinya saya ada dikelas rawat 1, kok bisa bapak saya dimasukkan ke PBI. Mau saya cabut pindah ke kepesertaan mandiri tapi kata anak saya kemarin waktu kesini mau urus harus ke dinas sosial dulu dan prosesnya selama 6 bulanan, makanya saya datang lagi mau konfirmasi lebih lanjutnya gimana, lagian kasihan juga bapak saya takut perawatannya kurang maksimal wong lebih dari 15 orang sekamar perawatnya cuma 4". 

Itu adalah salah satu potret, dan saya yakin masih banyak lagi kepesertaan PBI yang sebenarnya itu orang mampu dari segi finansial. Mungkin perlu adanya kajian ulang dalam menentukan PBI misal survey 2 arah, dari pihak desa ditambah mahasiswa atau LSM atau apa, lalu dilihat pula dari kantor BPN soal tanahnya, dilihat ke bank jangan - jangan orang tersebut punya banyak deposito sebenarnya, dsb. Lalu untuk pendaftaran kepesertaan mandiri harus lebih ditekan lagi, misal harus ada perda atau sanksi yang benar - benar bakal membuat mereka takut bila tidak segera membayar. Dengan semua orang mendaftar mandiri, maka pasti pendapatan BPJS Kesehatan meningkat.

Mungkin itu sedikit opini saya semoga itu bisa dijadikan opsi sebelum pihak manajemen mengambil keputusan  untuk menaikkan ulang tarif BPJS kesehatan, kasihan pada golongan kepesertaan mandiri yang kemampuan finansialnya di taraf tengah bila terus dinaikkan. Wong pelayanannya saja masih lebih banyak mengecewakannya kok. Kita rakyat kecil bisa apa, kalaupun pengaduan ya memang diterima tapi tetap saja hasilnya nihil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun