Mohon tunggu...
Vetiana Halim
Vetiana Halim Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dengan 4 anak

Ibu Rumah Tangga yang berharap komdisi negeri ini menjadi Berkah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahanan Keluarga

19 Agustus 2022   00:37 Diperbarui: 19 Agustus 2022   00:42 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KETAHANAN KELUARGA ALA KAPITALISME
Oleh Vetiana Halim

Berita perceraian, tak henti-hentinya dimuat di dalam portal berita, dan keprihatinan masih tetap muncul saat membacanya. Di Jawa Barat angka perceraian selalu mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengutip terjadi 98.088 kasus pada tahun 2021. Dan istri lah yang menggugat cerai suaminya. 

Angka ini terlihat menggalami kenaikan, karena pertengahan tahun ini sudah mencapai 50.606 kasus.
Jika kita cermati, sepanjang negeri ini mengadopsi sekulerisme dan kapitalisme, perceraian merupakan angka yang tinggi di tengah masyarakat,. 

Padahal, jika kita renungkan, tingginya angka perceraian menunjukkan lemahnya ketahanan keluarga. Apalagi alasan bercerai datang dari istri. Jika lihat angkanya, sekitar lebih dari 75 %, pihak istri yang ingin melepaskan ikatan pernikahan.  "Wajar" ini terjadi karena permasalahan keluarga didominasi oleh persoalan ekonomi. Sang kepala keluarga, dianggap gagal dalam menafkahi.

Kapitalisme di mana pun diterapkan, selalu menunjukkan angka pengangguran yang tinggi. Negara tidak mampu menjamin lapangan kerja bagi rakyatnya. Apalagi saat ekonomi non riil menjadii sector utama dan dominan. 

Sektor riil habis dan lapangan kerja banyak yang tutup, para ayah kelihangan pekerjaan. Tinggal sang pemilik modal yang memutarkan uangnya dengan ongkang-ongkang kaki, melihat flluktuasi harga yang naik turun lewat digram/bagan dan mengumpulkan dana lewat masyarakat dengan iming-iming mendapatkan keuntungan yang cepat dan mudah.

Sementara di pihak lain, para perempuan juga turut membantu perekonomian keluarga. Mereka mencoba peruntungannya dengan meninggalkan kewajiban mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. 

Di dukung oleh program kesetaraan gender yang menyebarkan "bisikan halus" tentang kesetaraan yang harus diraih perempuan, agar tidak kalah terhadap laki-laki, dengan standar materi sebagai iming-iming untuk mencapai kebahagiaan. 

Jadilah perempuan memiliki keberanian untuk meninggalkan keluarganya. Menganggap dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan laki-laki.

Padahal yang terjadi adalah kehancuran diri sendiri dan mengorbankan anak-anak mereka. IIusi kebahagiaan ala kesetaraan gender, tidak pernah terwujud. Sudah saatnya rakyat negeri ini yang meyoritas Islam, menyadari bahwa satu-satunya kebahagiaan yang hakiki adalah menggapai Ridho Allah dengat ketaatan yang sempurna. Mengikuti aturanNya dalam setiap aspek kehidupan.

Islam telah menetapkan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga dan berkewajiban sebagai pencari nafkah. Maka negara  harus mampu menjamin setiap kepala keluarga dapat mencari nafkah dengan cara yang halal melalui penerapan  system ekonomi Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun