Ketika situasi 'lockdown' diberlakukan di kota-kota besar di Indonesia, timbul fenomena baru yaitu fenomena berbagi. Covid-19 membangkitkan rasa kemanusiaan dan kesetiakawanan  sosial baik itu individu atau kelompok. Sebuah pemandangan baru yang mengharukan dapat kita lihat di tepi-tepi jalan. Betapa rasa kesetiakawanan tidak pernah pudar. Tanpa memandang perbedaan.
Pandemi sendiri secara sporadis meluluh-lantakan sendi-sendi ekonomi. Mereka yang paling terdampak adalah masyarakat kelas bawah dan kelompok marginal perkotaan. Bagaimana mereka mencukupi kebutuhan hidup jika tempat mereka bekerja harus tutup? Padahal selama ini mereka hanya mengandalkan upah harian atau mingguan saja. Belum lagi mereka yang di-PHK.
Kondisi tersebut menggerakan hati Babe (57 th) dan istri untuk berbagi makanan. Babe melihat bahwa pembagian sembako tidak efektif karena lebih menyasar pada mereka yang berada di jalanan. Maka dimulailah #DapurUmumUntukSesama dengan agenda utama berbagi makanan kepada masyarakat bawah di sekitar Pusat Grosir Surabaya selama masa PSBB.
Makanan dibagikan 2 kali dalam satu hari, untuk mereka yang di jalan maupun yang berada di perkampungan. Dari mana dananya? Semua berasal dari kocek pribadi Babe sendiri.
Makanan dimasak sendiri dapur rumah Babe. Jadi tidak pesan dari restoran maupun catering. Tanpa pengalaman dan berbekal peralatan seadanya Babe berusaha menyiapkan kurang lebih 100 sampai 200 pack makanan setiap harinya. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya harus menanak begitu banyak nasi hanya dengan rice cooker rumahan.
"Beras yang kami pakai beras premium lho. Bukan beras murah." ujar Babe bangga.
Prinsip Babe apa yang beliau dan keluarga makan harus sama dengan apa yang masyarakat makan. Babe sangat menjaga kualitas dan higienitas makanan.
