Mohon tunggu...
VEGA MA'ARIJIL ULA
VEGA MA'ARIJIL ULA Mohon Tunggu... KARYAWAN SWASTA -

Alumni Universitas Negeri Semarang. Hobi membaca koran, menulis dan bermain futsal. Penggemar tim sepakbola Arsenal FC. vegaensiklopedia10@gmail.com vegaensiklopedia10.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pusaran Konflik di Yerusalem

9 Desember 2017   10:48 Diperbarui: 9 Desember 2017   11:44 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yerusalem dalam bahasa Ibrani disebut "Yerushalayim" dan dalam bahasa Arab disebut "Al-Quds". Yerusalem sendiri merupakan salah satu kota tertua di dunia. Sejak zaman dahulu, kota ini telah diperebutkan, dirusak dan dibangun kembali. Sejatinya, Yerusalem memiliki tiga tempat vital yakni Gereja makam Kudus, Masjid Al-Aqsa, dan Dinding ratapan tembok barat. Jadi, Yerusalem merupakan kawasan Kristen, Muslim, Yahudi dan Armenia. Setiap kawasan mewakili populasinya masing-masing.

Baru-baru ini dunia dikejutkan oleh keputusan presiden Amerika, Donald Trump pasca keputusan sepihaknya yang mengatakan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel menggantikan Tel Aviv. Sebuah keputusan yang terkesan "reckless", yaitu mencederai perdamaian dunia dan sebuah pelecehan terhadap upaya perdamaian di Timur Tengah. Dengan dijadikannya Yerusalem sebagai ibukota Israel, praktis kebijakan Trump memicu konflik yang berkepanjangan antara Palestina dengan Israel yang secara langsung tentu dapat memicu stabilitas perdamaian dunia.

Hal ini juga semakin menguatkan bahwa Amerika selalu menjadi pengambil kebijakan disetiap aksi Israel yang kontroversial. Semakin menguatkan bahwa Amerika adalah back-up dari setiap tindakan Israel. Anehnya, disetiap konflik yang berlangsung antara Palestina kontra Israel, OKI sebagai Organisasi Kerjasama Islam dengan 57 negara didalamnya terkesan tak mampu menyelesaikan konflik. Padahal, OKI merupakan Organisasi terbesar didunia kedua setelah GNB (Gerakan Non Blok). Bahkan jumlahnya masih menang jauh dibandingkan Persatuan negara-negara Amerika, Uni Eropa, dan Afrika. Meski demikian negara-negara OKI ini tidak memili taring ketika berada pada posisi membela kepentingan umat. Sebuah situasi yang ironis tentunya.

Palestina terkesan diabaikan. Padahal ketika pemimpin negara berkampanye, mereka membahas serta mengatakan akan meyelesaikan konflik Palestina. Akan tetapi setelah mereka terpilih fakta berbicara bahwa kampanye mereka adalah retorika belaka. Bagaimana tidak, sejumlah pemimpin telah berganti, sebut saja era Saddam Hussein, Muammar Qadhafi, Ahmadinejad, dan sekarang ini era Presiden Turki Erdogan. Namun konflik Palestina tak kunjung usai.

Meski demikian, publik masih mendapat angin segar mengingat saat ini berbagai pemimpin dunia mengecam tindakan yang dilakukan oleh Donald Trump. Sebut saja presiden Palestina Mahmoud Abbas yang mengatakan bahwa Yerusalem sejatinya merupakan ibukota abadi bagi Palestina. Presiden Prancis Emmanuel Macron yang juga mengatakan bahwa Prancis tidak menyetujui upaya Donald Trump dan turut menyatakan bahwa perbuatan Trump melanggar hukum internasional serta resolusi Dewan Keamanan PBB.

Kanselir Jerman, Angela Merkel juga tidak setuju pendapat Trump dan turut menyuarakan bahwa konflik Yerusalem harus diselesaikan dalam kerangka solusi untuk dua negara. Begitu juga dengan perdana menteri Inggris, Theresa May yang juga tidak sepakat dengan dijadikannya Yerusalem sebagai ibukota Israel serta keputusan pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem sebelum adanya keputusan final soal status tersebut. Senada, sekjen PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa status akhir Yerusalem harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak dengan dasar resolusi terkait sidang majelis umum dan Dewan Keamanan, dengan memperhatikan kepentingan sah kedua pihak.

Tak ketinggalan, presiden Turki, Erdogan juga menyuarakan bahwa tidak boleh ada langkah untuk mengubah status Yerusalem seperti yang telah ditetapkan oleh PBB. Tidak ada satu orang pun yang punya hak untuk bermain-main dengan nasib jutaan orang hanya untuk memenuhi ambisi pribadi. Terakhir, presiden Joko Widodo turut andil menyatakan pendapatnya bahwa presiden dan rakyat Indonesia tetap konsisten untuk terus bersama dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-haknya.

Publik masih dapat berharap kepada seluruh pemimpin dunia serta OKI dan tentunya kepada Dewan Keamanan PBB untuk dapat menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh Donald Trump. Hal ini mengingat tindakan sepihak yang dilakukan olehnya dapat memicu ketengangan dan merusak stabilitas Timur Tengah dan dunia.

Oleh: Vega Ma'arijil Ula

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun