Jika kita melihat lansiran liputan yang telah disebutkan sebagai contoh diatas, penyandang disabilitas hanya berperan sebatas sebagai narasumber, sehingga dalam hal ini kaum difabel belum seutuhnya diberdayakan. Padahal dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan bahwasannya pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Demikian disinilah letak tanggungjawab pers dalam melibatkan kaum difabel dalam media massa.
Dalam hal ini, pers seharusnya melibatkan kaum difabel, bukan hanya sebatas sebagai narasumber, tetapi melibatkan penyandang disabilitas seutuhnya. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan mereka tempat atau wadah bagi mereka dalam dunia pers.Â
Misalnya sepeti menyediakan kolom khusus pembahasan isu-isu kaum difabel, di mana nantinya kolom tersebut ditulis oleh para penyandang disabilitas itu sendiri. Demikian, kita bisa melihat pandangan isu tersebut dari pandangan kaum difabel sendiri. Selain itu mempermudah akses media massa agar bisa diakses oleh penyandang disabilitas juga diperlukan, sehingga para penyandang disablitas ini dapat mengikuti perkembangan berita yang ada, khususnya berita mengenai isu yang dihadapi kaum difabel.
Kesimpulannya, media massa memang sudah bisa mengaungkan isu-isu kaum difabel kepada publik. Hanya saja keterlibatan kaum difabel dalam dunia pers Indonesia perlu ditingkatkan. Dalam arti kaum difabel tidak hanya berperan sebagai narasumber saja, tetapi juga bagaimana pers memberdayakan kaum difabel dan mengakomodasi edukasi yang dari, untuk, dan untuk kaum difabel agar terwujudnya budaya pers Indonesia yang inklusif.